IDENTIFIKASI MORFOLOGI KELAPA SAWIT
A. Tujuan Praktikum
Tujuan
praktikum dari acara identifikasi morfologi kelapa sawit adalah untuk
mengetahui bagian-bagian dari tanaman kelapa sawit terutama bagian atas yang
meliputi: batang, daun, bunga dan buah kelapa sawit.
B. Metodelogi Praktikum
1.
Waktu dan Tempat Praktikum
Adapun waktu dan tempat praktikum acara identifikasi morfologi kelapa
sawit yaitu pada hari Sabtu tanggal 7 Oktober 2017 pukul
07.00 WIB. Praktikum dilaksanakan di lahan pertanian desa Sukasari, Kecamatan
Jumantono, Kabupaten Karanyganyar.
2. Alat
dan Bahan
a.
Alat
1)
Sabit
2)
Pisau okulasi
3)
Penggaris
4)
Alat Tulis
5)
Tali rafia
6)
Klinometer
7)
Meteran
8)
Oven
9)
Timbangan
10)
Gunting
11)
Kertas
b.
Bahan
1)
Tanaman kelapa sawit dewasa
2)
Pelepah daun kelapa sawit
3)
Bunga jantan dan betina kelapa sawit
4)
Buah kelapa sawit
3. Cara
Kerja
Adapun cara kerja dalam praktikum identifikasi morfologi kelapa sawit
sebagai berikut:
a.
Identifikasi batang kelapa sawit
1)
Menghitung jumlah daun kelapa sawit yang ada
dari ujung sampai pangkal terbawah.
2)
Menentukan pola filotaksis / pola duduk daun
dalam batang tanaman kelapa sawit.
3)
Mengukur panjang satu pelepah daun.
4)
Mengukur diameter batang bagian bawah.
5)
Mengukur tinggi tanaman kelapa sawit secara
simulasi dengan menggunakan prinsip trigonometri yaitu:
Tan a = y/x
Tinggi batang =
y+r
Keterangan:
a: sudut dibentuk
antara pengamat dan ujung batang kelapa sawit
y: tinggi batang
dari mata pengamat sampai ujung batang sawit
r: tinggi batang
dari pangkal batang sampai mata pengamat
x: jarak antara
pengamat dan batang
b.
Identifikasi daun kelapa sawit
1)
Mengambil satu pelepah daun yang utuh.
2)
Mengidentifikasi bagian-bagian daun kelapa sawit
dan menulisnya.
3)
Mengukur panjang pelepah daun (dari ujung
pelepah sampai dengan petiole).
4)
Mengukur panjang pelepah total.
5)
Menghitung jumlah daun dalam satu pelepah dan
mengukur luas daun dan helaian daun kelapa sawit dengan metode Gravimetri.
RUMUS GRAVIMETRI
Keterangan :
Wr: berat kertas
replika daun
Wt: berat kertas
total
LK: luas kertas
total
6)
Pelepah daun dibagi menjadi tiga bagian,
selanjutnya setiap bagian diambil empat daun yaitu dua dari bagian sebelah kiri
dan dua dari bagian sebelah kanan dan daun yang berada ditengah dari setiap
bagian pelepah tersebut.
7)
Luas daun yang diambil kemudian dihitung dan
dirata-rata untuk setiap bagiannnya.
8)
Mengalikan rataan luas daun tersebut dengan
jumlah helaian pada setiap bagian.
9)
Hasil perhitungan luas daun masing-masing bagian
kemudian dijumlahkan.
10) Mengukur
panjang helaian daun yang terpanjang.
11)
Menggambar dan
memberi keterangan pada daun kelapa sawit dan helaian daun beserta tulangnya.
c.
Identifikasi alat reproduksi kelapa sawit
1)
Menentukan mana bunga jantan dan mana bunga
betina.
2)
Menggambar masing-masing bunga tersebut lengkap
dengan nama bagian-bagiannya.
3)
Menentukan kemungkinan macam penyerbukan yang
mungkin terjadi pada tanaman kelapa sawit.
d.
Identifikasi buah kelapa sawit
1)
Mengambil buah dari tandan buah kelapa sawit
yang ada.
2)
Mengamati warna, bentuk dan ukuran buah yang
mentah dan yang matang.
3)
Menggambar buah utuh, penampang melintang buah
kelapa sawit dan memberi keterangan lengkap bagian-bagiannya.
C.
Hasil
Pengamatan
No.
|
Identifikasi
|
Foto
|
Keterangan
|
1.
|
Batang Kelapa Sawit
|
|
-Jumlah
daun per pelepah: 280 daun
-Panjang
pelepah: 740 cm
-Diameter
batang bawah: 86,94 cm
-Tinggi
tanaman: 12,36 cm
|
2.
|
Daun Kelapa Sawit
|
|
-Panjang pelepah daun tanpa petiole: 622 cm
-Panjang pelepah daun dengan petiole: 740 cm
-Luas daun rata-rata: 149,823 cm
-Panjang helaian daun terpanjang: 97,5 cm
|
3
|
Alat Reproduksi
|
a.
Bunga
Jantan
b.
Bunga
Betina
|
-Fungsi bunga jantan: menghasilkan benang sari untuk
membuahi bunga betina
-Fungsi bunga betina: mempunyai putik sebagai alat
kelamin bunga betina dan sekaligus sebagai tempat penyerbukan
|
4.
|
Buah Kelapa Sawit
|
|
Bagian buah kelapa sawit:
a.
Embrio
b.
Endocarp
c.
Mesokarp
d.
Eksokarp
Bagian buah kelapa sawit :
a.
Biji
b.
Kulit biji
c.
Daging buah
d.
Kulit
|
Sumber:
Logbook
Gambar
1.1 filotaksis kelapa sawit
D.
Pembahasan
Praktikum Teknologi Produksi Tanaman Tahunan acara 1 identifikasi morfologi
kelapa sawit dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober 2017 di Laboratorium Pertanian
Fakultas Pertanian UNS, Jumantono, Karanganyar. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah
satu tanaman perkonomian di Indonesia yang memiliki masa depan cuku cerah.
Perkebunan kelapa sawit awalnya berkembang di daerah Sumatera Utara dan
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), namun sekarang sudah berkembang di beberapa
daerah seperti Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu,
Kalimantan, Jawa Barat, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Agustira et al (2008) menyatakan bahwa tanaman
kelapa sawit (Elaeis guineensis) bukanlah tanaman asli Indonesia. Bukti-bukti
fosil, sejarah dan linguistik menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit dipercaya
berasal dari pesisir tropis Afrika Barat. Tanaman kelapa sawit liar telah
dimanfaatkan oleh penduduk Afrika Barat sebagai minyak makan. Temuan
arkeologi di Mesir menunjukkan penggunaannya sudah terjadi pada tahun 3000 SM.
Tanaman kelapa sawit dikenali bangsa Eropa saat ekspedisi Portugis ke Afrika
Barat pada abad ke-15 (Agustira et al 2008).
Bagian kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi
adalah buahnya yang tersusun dalam sebuah tandan, atau yang biasa disebut
Tandan Buah Segar (TBS). Buah sawit di bagian sabut (daging buah/mesocamp) menghasilkan minyak sawit
kasar (Crude Palm Oil atau CPO)
sebanyak 20-24%. Bagian inti sawitnya dapat menghasilkan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil atau PKO) sebanyak 3-4%.
Abidin (2008) berpendapat bahwa menganalisis
ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia dengan menggunakan regresi linier
berganda 2OLS (two Stage Square) dengan metode OLS berdasarkan data time
series 1996-2005. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel harga minyak sawit
domestik berpengaruh secara signifikan dengan tingkat kepercayaan 99%,
sedangkan minyak sawit internasional dan harga minyak kelapa berpengaruh signifikan
dengan tingkat kepercayaan 95% terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit. Selain
minyak, ada beberapa hasil sampingan dari produksi kelapa sawit, diantaranya
bungkil inti sawit (Palm Kernel Chips),
pelat ampas inti sawit (Palm Kernel
Pellets), arang tempurung (Charcoal)
dan pupuk abu (ash).
Menurut Syukri et al
(2014), tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang. Batang kelapa sawit memiliki ciri yaitu tidak
memiliki kambium dan pada umumnya tidak bercabang. Laju pertumbuhan batang sangat
ditentukan oleh faktor genetik dan ekologis. Batang tanaman kelapa sawit
berfungsi sebagai struktur pendukung tajuk (daun, bunga, dan buah).
Kemudian fungsi lainnya adalah sebagai sistem pembuluh yang mengangkut unsur
hara dan makanan bagi tanaman. Umur ekonomis tanaman sangat
dipengaruhi oleh pertambahan tinggi batang/tahun. Semakin rendah pertambahan
tinggi batang, semakin panjang umur ekonomis tanaman kelapa sawit.
Sunarko (2008) menyatakan bahwa terjadi fase muda (seedling) yang melebar tanpa terjadi
pemanjangan internodia (ruas) disaat pertumbuhan awal. Titik tumbuh batangnya
terletak di pucuk batang, terbenam dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis,
dan enak dimakan. Terdapat pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh di batangnya
dan sukar terlepas walaupun daunnya tetap kering dan mati. Pangkal pelepah akan
terkelupas disaat tanaman berumur tua, sehingga batangnya akan tampak berwarna
hitam beruas. Menurut Iswanto et al (2007), batang sawit bagian luar cocok dipergunakan
sebagai bahan konstruksi ringan dan meubel karena memiliki kondisi batang yang
keras, sedangkan bagian tengah dapat dipergunakan sebagai bahan baku papan
partikel atau produk biokomposit lainnya.
Batang berfungsi
sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Luas
permukaan daun sangat berpengaruh terhadap produktivitas hasil tanaman. Semakin
luas permukaan daun maka produktivitas hasil tanaman akan semakin tinggi. Hal
ini terjadi karena proses fotosintesis akan berjalan dengan baik pada jumlah
daun yang banyak, namun luas permukaan daun yang melebihi titik optimal justru
dapat menyebabkan laju transpirasi tanaman tinggi, pemborosan fotosintat untuk
pertumbuhan vegetatif daun, dan penurunan produktivitas hasil tanaman.
Lubis
(2011) mengatakan bahwa batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter sekitar
10cm pada tanaman muda dan 75cm pada tanaman tua. Bagian bawah batang yang agak membesar disebut bonggol. Bagian ini memiliki diameter lebih besar 10-20% dari batang bagian atas. Daun pelepah yang menempel dan membalut batang dengan sususnan spiral disebut filotaksis atau dikenal juga dengan “spiral genetik”.
Umumnya, spiral genetik dapat memutar ke kanan atau ke kiri mengikuti deret Fibonacci dengan kelipatan 8. Namun, ada juga tanaman yang membentuk filotaksis berdasarkan kelipatan 5, 13 atau 21.
Pangkal pelepah kelapa sawit mulai rontok pada umur 15 tahun. Namun,
untuk spesies tertentu, seperti varietas dura, kerontokan pelepahnya mulai saat tanaman berumur 10 tahun.
Kelapa sawit yang kami amati memiliki diameter
batang bawah sebesar 86,94
cm. Hasil ini diperoleh dengan cara mengukur pangkal batang kelapa sawit dengan
menggunakan tali raffia. Pertama-tama, tali raffia dilingkarkan pada pangkal batang
kelapa sawit. Setelah itu dihitung panjang tali raffia yang digunakan untuk
melingkarkan tadi. Hasil perhitungan yang diperoleh merupakan keliling batang
kelapa sawit, maka untuk mengetahui diameter batang digunakan perhitungan
keliling lingkaran yaitu menggunakan rumus πd. Pengukuran tinggi kelapa sawit
juga kami lakukan dan didapatkan tinggi kelapa sawit setinggi 12,36 m. Metode yang kami gunakan untuk
mengukur tinggi kelapa sawit yaitu menggunakan metode perbandingan skala. Perhitungan
tinggi dilakukan dengan bantuan 2 pengamat. Mula-mula pengamat pertama berdiri
sejajar di depan dengan tanaman kelapa sawit, sedangkan kedua mencari sudut
yang tepat agar kelapa sawit dapat sejajar dengan pengamat pertama. Setelah
mendapat titik temu antara pengamat dan kelapa sawit. Jarak pengamat pertama
dengan pohon merupakan X1 jarak pengamat pertama dengan pengamat
kedua merupakan X2, tinggi pohon merupakan Y1 dan tinggi
pengamat pertama merupakan Y2. Tinggi pohon kelapa sawit (Y1)
didapatkan dengan perbandingan rumus.
Daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip genap dan
bertulang sejajar. Pertumbuhan daun dibentuk di dekat titik tumbuh, pelepah
yang diamati memiliki panjang 740 cm, jumlah anak daun setiap pelepah berkisar
antara 280 helai. Jumlah pelepah, panjang pelepah dan jumlah anak daun
tergantung pada umur tanaman. Semakin tua jumlah pelepah dan anak daun lebih
banyak.
Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian yaitu kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib), rochis yang merupakan tempat anak daun melekat, tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara
daun dan batang, dan seludang daun (sheat)
yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup dan memberi kekuatan pada
batang.
Tjitrosoepomo (2007) menyatakan bahwa tata letak daun
atau phillotaxis adalah aturan tata
letak daun pada batang. Pada batang dewasa, daun dapat tersusun dalam pola
tertentu dan berulang-ulang. Susunan daun pada batang tersebut disebut duduk
daun atau filotaksis. Istilah
filotaksis sebenarnya merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan urutan
terbentuknya daun pada batang, tetapi dikarenakan urutan daun tersebut tampak
jelas setelah daun maupun batang yang ditempatinya mengalami pendewasaan, maka
istilah tersebut digunakan secara umum untuk menyatakan susunan daun pada
batang. Susunan daun dari suatu tumbuhan biasanya bersifat konstan. Susunan
daun pada batang biasanya turut ditentukan oleh banyaknya helai daun yang
terbentuk dalam suatu nodus (buku). Untuk itu, daun dapat dibentuk secara
tunggal bila ada satu helai daun pada setiap buku, berpasangan bila ada dua
helai daun pada setiap buku, atau dalam karangan bila terdapat tiga helai daun
atau lebih pada setiap buku. Filotaksis pada kelapa sawit sangat
menarik karena polanya sangat dan dapat diamati dari bekas (rumpang) daun yang
dapat bertahan lama di batang. Primordia daun pada kelapa sawit dihasilkan
dalam pola spiral mulai dari titik tumbuh (apex). Spiral inilah yang disebut
“spiral genetik”. Setiap primordium daun terpisah dari primordium sebelumnya
pada spiral genetik berdasarkan suatu sudut, yaitu sudut divergen yang besarnya
137,5o (sudut Fibonacci). Kelapa sawit umumnya memiliki spiral genetik
memutar ke kanan (right-handed) dan
hanya sebagian kecil yang memutar ke kiri (left-handed).
Jumlah kelapa sawit yang spiral genetiknya berputar ke kiri ataupun ke kanan
kurang lebih sama. Arah spiral ini tidak ditentukan oleh sifat genetik dan
tidak berkorelasi pada produksi buah, melainkan dapat digambarkan melalui
primordia yang berdekatan atau melalui bekas daun dewasa yang ada di batang.
Susunan spiral ini adalah mengikuti deret Fibonacci yaitu 1 : 1 : 2 : 3 : 5 : 8
: 13 : 21 dan pada batang kelapa sawit dewasa, susunan kelipatan 8 daun umumnya
biasa ditemui, serta susunan kelipatan 13 dan 21 juga dapat ditemui. Menurut
Suhatman et al (2016), filotaksis
(jumlah putaran pelepah) pada batang
kelapa sawit biasanya mengikuti deret fibbonacci dengan 8 atau dalam 1 putaran dan
terdapat
8 pelepah yang terlewati.
Daun
kelapa sawit yang kami amati memiliki filotaksis 3/8, artinya setiap setiap
tiga kali berputar melingkari batang, terdapat duduk daun (pelepah) sebanyak
delapan helaian. Letak daun kesembilan berada digaris lurus dari daun yang
pertama. Fauzi et al (2012)
mengatakan bahwa pada tanaman kelapa sawit yang normal, dapat dilihat dua set
spiral berselang 8 daun yang mengarah ke kanan dan berselang 13 daun mengarah
ke kiri. Arah duduk daun sangat berguna untuk menentukan letak duduk daun ke-9
dan ke-17 saat pengambilan contoh duan untuk kepentingan analisis kandungan
unsur hara. Di samping itu, duduk daun
juga berguna untuk menentukan jumlah daun yang harus tetap ada di bawah buah
terendah yang disebut songgoh.
Luas Daun, diukur pada akhir
pengamatan dengan menggunakan metode gravimetri, dengan cara menggambar daun
secara langsung pada sehelai kertas yang akan diukur luasnya. Luas daun
dihitung berdasarkan perbandingan berat replika daun dengan berat total kertas
(Mas’ud 2012). Ada dua pendekatan pengamatan luas daun yaitu bersifat
destruktif dan non destructive. Pengamatan dengan metode destruktif memiliki
keunggulan akurasi lebih tinggi tetapi merusak sampel yang diukur. Metode
destruktif terdiri atas metode kertas milimeter, metode gravimetri, metode
planimetri dan metode leaf area meter, sedangkan metode non destruktif memiliki
keunggulan tidak merusak sampel daun namun tingkat akurasinya biasanya lebih
rendah. Saat ini sedikitnya ada enam metode yang digunakan untuk pengukuran
luas daun tanaman, yaitu metode kertas milimeter, metode gravimetri, metode
plong, metode planimeter, metode panjang kali lebar, dan metode leaf area
meter. Masing masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan.
Metode kertas milimeter lebih
sederhana untuk pengukuran luas daun karena hanya memerlukan alat kertas
milimeter dan alat menggambar. Metode kertas milimeter ini efektif untuk
mengukur luas daun yang bentuknya relatif sederhana dan teratur. Meskipun
metode ini cukup sederhana namun waktu yang dibutuhkan relatif lama sehingga
tidak praktis jika diterapkan untuk sampel yang jumlahnya banyak. Metode
gravimetri digunakan untuk mengukur luas daun berdasarkan perbandingan berat
(gravimetri). Daun yang akan diukur luasnya digambar pada sehelai kertas yang
menghasilkan replika (tiruan) daun. Replika daun kemudian digunting dari kertas
yang berat dan luasnya sudah diketahui. Luas daun kemudian ditaksir berdasarkan
perbandingan berat replikadaun dengan berat total kertas. Metode plong, prinsip
pengukuran luas daun hampir sama dengan Metode Gravimetri, tetapi pada metode
ini tidak menggunakan kertas. Daun sampel dipotong dengan ukuran yang telah
diketahui luasnya, berat potongan daun ditimbang sehingga diketahui beratnya.
Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai konstanta untuk melakukan estimasi
terhadap daun sampel. Metode planimeter, pengukuran menggunakan alat planimeter
yang sering digunakan untuk mengukur suatu luasan dengan bentuk yang tidak
teratur dan berukuran besar seperti peta. Alat ini dapat digunakan untuk
mengukur luas daun apabila bentuk daun tidak terlalu rumit. Jika daun banyak
dan berukuran kecil, metode ini kurang praktis karena membutuhkan waktu yang
lama. Metode panjang kali lebar, metode yang dipakai untuk daun yang bentuknya
teratur, luas daun dapat ditaksir dengan mengukur panjang dan lebar daun.
Metode leaf area meter, pengukuran menggunakan alat leaf area meter yang
memiliki akurasi tinggi namun ukuran alat kecil sehingga tidak dapat digunakan
untuk pengukuran daun dengan ukuran besar tanpa perlakuan pemotongan. Harga
alat yang mahal menyebabkan tidak banyak pihak yang memilikinya (Nugroho 2012).
Menurut Syukri et al (2014), tanaman kelapa sawit yang
berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau
bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina
agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan silang (cross
pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu dibuahi oleh bunga
jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan atau serangga
penyerbuk. Dari setiap ketiak pelepah akan keluar tandan bunga jantan atau
betina. Bunga mulai berbunga pada umur ± 14 – 18 bulan, pada mulanya yang
keluar adalah bunga jantan kemudian secara bertahap akan muncul bunga betina.
Terkadang akan muncul bunga banci yaitu bunga jantan dan betina ada pada satu
rangkaian. Sex ratio yaitu perbandingan bunga betina dengan keseluruhan bunga
(bunga jantan dan bunga betina). Bunga jantan terdiri dari 100-250 spikelet,
sedangkan bunga betina terdiri dari 100-200 spikelet. Tiap spikelet terdiri
dari 15-20.
Menurut
Halen et al (2007), buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan
keras (eksocarp), daging buah (mesocarp) dari susunan serabut (fibre) dan
mengandung minyak, kulit biji (endocarp) atau cangkang atau tempurung yang
berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan
mengandung minyak, serta lembaga (embryo). mampu melakukan fotosintesis dan
menyerap makanan dari dalam tanah. Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat.
Semakin tua warnanya berubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning
muda, dan setelah matang menjadi merah kuning (oranye). Jika sudah berwarna
oranye, buah mulai rontok dan berjatuhan (buah leles). Buah tanaman kelapa
sawit merupakan hasil dari pembuahan ovum bunga betina oleh serbuk sari bunga
jantan. Buah kelapa sawit memiliki kandungan minyak yang dapat dimanfaatkan.
Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase
matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan
buah akan rontok dengan sendirinya. Bagian eksocarp dari buah merupakan kulit
buah yang berwarna kemerahan dan licin yang fungsinya melindungi bagian buah di
dalamnya. Mesocarp atau daging buah merupakan serabut buah. Bagian kulit biji
atau endocarp merupakan bagian cangkang pelindung inti. Daging biji atau inti
sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio
dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Kelapa sawit berkembang biak
dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan
berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).
E. Kesimpulan
dan Saran
1.
Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan antara lain:
a.
Bagian-bagian dari kelapa sawit terdiri
dari batang, daun, bunga jantan dan betina serta buah kelapa sawit.
Masing-masing bagian memiliki ciri morfologi dan fungsinya masing-masing.
b.
Tanaman kelapa sawit memiliki tinggi kurag lebih 12,36 m dan diameter batang bawah 86,94 cm.
c.
Daun kelapa sawit tersusun majemuk
menyirip genap dan bertulang sejajar. Pertumbuhan daun dibentuk di dekat titik
tumbuh dan membentuk sudut 135˚, pelepah daun tanpa petiole yang diamati
memiliki panjang 622 cm, jumlah anak daun setiap pelepah berkisar antara 280
helai.
d.
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil,
batang tidak memiliki kambium dan umumnya tidak bercabang, batang tegak lurus
dan tidak bercabang.
e.
Bunga kelapa sawit terdiri dari bunga
jantan dan bunga betina yang berada pada satu pohon namun berbeda tandan. Bunga
keluar dari ketiak pelepah bagi pangkal yang bersatu dengan batang.
f.
Bunga
kelapa sawit tersusun berbentuk karangan bunga yang disebut tandan bunga. Bunga
jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Bunga
jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih
besar dan mekar. Bunga jantan terdiri dari tangkai bunga, serbuk sari, dan
kelopak bunga. Bunga betina terdiri dari tangkai kepala putik, kelopak bunga,
kepala putik, dan tandan bunga.
g.
Buah
kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicarp), daging buah
(mesocarp) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji
(endocarp) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging
biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak.
2.
Saran
Praktikum
TPT
Tahunan acara ini sudah berjalan dengan baik, hanya saja
perlu diciptakan suasana yang kondusif supaya praktikan lebih
bisa memperhatikan penjelasan dari coass mengenai kegiatan praktikum sehingga
dapat
benar-benar memahami dan mengerti tentang identifikasi kelapa sawit.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin Z. 2008. Analisis Ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia. J Aplikasi Manajemen 6(1): 25-30.
Agustira MA., A. Kurniawan, Dja’far, D. Siahaan, L. Buana, dan T. Wahyono. 2008. Tinjauan
ekonomi industri kelapa sawit. Medan: Pusat penelitian kelapa sawit.
Halen Hetharie, Gustav AW, Maggy Thenawidyaya, Hajrial Aswidinnoor et al.
2007. Karakterisasi morfologi bunga dan buah abnormal kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) hasil kultur
jaringan. J Agronomi 35 (1): 50-57
Iswanto AH, Sucipto T, Azhar I. 2007. Potensi kayu sawit sebagai bahan konstruksi dan bahan baku meubel.
Medan: Laporan Hibah Pekerti Angk. IV 2006/2007 Universitas Sumatera Utara.
Iyung Pahang. 2006. Panduan lengkap
kelapa sawit. Jakarta: Penebar Swadaya.
Lubis,
Rustam Effendi, Agus Widanarko SP. 2011. Buku pintar kelapa sawit. Jakarta:
Agromedia.
Mas'ud H. 2012. Sistem hidroponik dengan nutrisi dan media
tanam berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil selada. Media
Litbang Sulteng 2(2).
Nugroho KW, dan Yuliasmara F. 2012. Penggunaan metode
scanning untuk pengukuran luas daun kakao. J Penelitian kopi dan kakao Indonesia
24(1): 5-8.
Pahan, Iyung. 2011. Panduan lengkap kelapa sawit: Manajemen agribisnis
dari hulu ke hilir. Jakarta: Agromedia pustaka.
Suhatman Yan, Agus Suryanto, dan Lilik Setyobudi. 2016. Studi kesesuaian
faktor lingkungan dan karakter morfologi ranaman kelapa sawit (Elaeis
Guineensis Jacq.) produktif. J
Produksi tanaman 4(3): 192 – 198.
Sunarko, 2008. Petunjuk praktis budidaya dan pengolahan kelapa sawit. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Syukri Habibi N, Chairani H, dan Jasmani Ginting. 2014. Pertumbuhan
bibit kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) pada
berbagai perbandingan media tanam solid
decanter dan tandan kosong kelapa sawit pada sistem single stage.
J Online Agroteknologi 2(2): 691-701.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2007. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University press.
Widanarko. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Yan Fauzi, Yustina WE, Iman Satyawibawa, Rudi HP. 2012. Kelapa
sawit. Depok: Penebar Swadaya.