Laporan Praktikum Ilmu Usaha Tani
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Budidaya Tanaman Sawi (Brassica
juncea)
Budidaya merupakan kegiatan terencana terhadap pemeliharaan sumber daya hayati yang dilakukan pada suatu
areal lahan untuk diambil manfaat/hasil panennya. Kegiatan budidaya
dapat dianggap sebagai inti dari usaha tani. Usaha budidaya tanaman mengandalkan penggunaan tanah atau media lainnya di suatu
lahan untuk membesarkan tanaman dan lalu memanen bagiannya yang bernilai
ekonomi. Cara bertanam sawi sesungguhnya tak berbeda jauh dengan
budidaya sayuran pada umumnya. Budidaya konvensinal meliputi proses pengolahan
lahan, penyiapan benih yang bermutu, teknik penanaman, penyediaan pupuk dan
pestisida, serta pemeliharaan tanaman secara intensif.
1.
Persemaian
Persemaian (nursery) adalah
tempat atau areal untuk kegiatan memproses benih (atau bahan lain dari tanaman)
menjadi bibit/semai yang siap ditanam di lapangan. Kegiatan di persemaian
merupakan kegiatan awal di lapangan dari kegiatan penanaman karena itu sangat
penting dan merupakan kunci pertama di dalam upaya mencapai keberhasilan
penanaman.Persemaian merupakan kegiatan di mana benih di tanam di
suatu media yang bertujuan agar benih bisa tumbuh maksimal, biasanya
benih yang melalui persemaian bisa terlindung dari hama penyakit yang
mengganggu bibit tanaman. Melakukan persemaian, benih yang di tanam dapat
terpelihara dengan baik di bandingkan dengan yang langsung tanam.
Tanaman yang harus
disemaikan terlebih dahulu biasanya memiliki tingkat sensitif yang tinggi terhadap lingkungan pada
tanah lapang, selain itu ada tujuan tersendiri dari persemaian yaitu agar dapat
memilih benih yang baik yang diperkirankan dapat hidup dengan baik
dilapangan.Benihsawi bisa diperoleh di
toko pertanian. Keuntungan
dari benih sawi iniadalah kita tidak perlu membuat sendiri benih sawi dengan cara menanam sawi secara
khusus untuk mendapatkan benih yang bagus.Namun tidak sembarangan dalam memilih
produk-produk benih sawi yang tersedia di toko-toko pertanian karena biji sawi
ini harus dikemas dengan baik agar tetap terjaga mutunya.Untuk memilih benih
dengan cara membeli di toko, pastikan benih sawi dikemas dalam kemasan berbahan
aluminium foil atau seperti kemasan pada susu bubuk instan.
Sementara untuk
menggunakan biji sawi yang dibuat sendiri, baiknya biji sawi tersebut merupakan
biji dari tanaman sawi yang berumur lebih dari dua setengah bulan. Pilihlah
tanaman sawi yang sekiranya tumbuh baik dan subur atau tanamlah tanaman sawi
yang akan dijadikan indukan dengan perlakuan yang lebih.Adapun biji sawi yang
baik adalah biji sawi yang memiliki ciri-ciri seperti ini; biji kecil berwarna
hitam agak-agak coklat dan berwarna tajam dan mengkilap.
Menurut Rizal dan Fiana (2015) bahwa tempat persemaian dari bahan yang steril yang diberi
lubang, terlindung darisinar matahari langsung dan hujan serta dekat
dengansumber air. Tanah persemaian, campuran tanah olah halusdan pupuk
kandang/kompos dengan perbandingan 1:1. Menurut Asih et al (2015) dilakukan perendaman terlebih dahulu dengan air hangat (±500˚C),
selama 1 jam pada biji tanaman sayuran sebelum disemai. Biji sawi
disemai dengan ditaburkan di atas media,selanjutnya media penyemaian disiram
dengan air. Perlakuan penyiraman sebanyak 2 kali
setiap hari pada pagi dan sore hari tergantung
kebutuhan dan kondisi media semai. Hasil semaian
yang berumur10 hari dengan ciri tanaman telah memiliki 3-4 helai daun, siap untuk dipindahkan pada media tanam.
2.
Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan pertanian adalah
segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada suatu lahan untuk menjaga
dan mempertinggi produktivitas lahan tersebut dengan mempertimbangkan
kelestariaannya. Tingkat produktivitas lahan sangat dipengaruhi oleh kesuburan
tanah, curah hujan, suhu, kelembaban, sistem pengelolaan lahan, serta pemilihan
landcover.Pengelolaan lahan sebagai salah satu komponen pengelolaan
teknologi pertanian diperlukan dalam sistem pertanian berkelanjutan karena
sistem pertanaman intensif bisa mengarah pada trade-off antara manfaat
ekonomi dalam jangka pendek dan kerusakan lingkungan seperti degradasi
kesuburan tanah dalam jangka panjang.
Sistem pengelolaan lahan meliputi
banyak hal, antara lain pola tanam, sistem tanam, pengolahan lahan, pembersihan
areal, pengairan atau irigasi, pemupukan, pemberantasan hama penyakit tanaman
dan konservasi tanah dan air yang diterapkan pada lahan tersebut. Membersihkan
areal (land
clearing) ialah
pembersihan galangan sawah dari semua hal yang mengganggu. Pembersihan
dilakukan terhadap pepohonan, semak-semak, alang-alang atau tumbuhan lainnya.
Agar lebih bermanfaat rerumputan yang sudah dibersihkan bisa dimanfaatkan lebih
lanjut. Rerumputan dan residu jerami bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak ,
kompos, ataupun bahan bakar.
Langkah selanjutnya yang
dilakukan setelah pembersihan area adalah dilakukannya penggemburan tanah.
Penggemburan tanah dilakukan lewat pencangkulan guna memperbaiki struktur tanah
dan sirkulasi udara. Menurut Anas (2006), pemberian pupuk dasar juga perlu dilakukan dalam proses
pengolahan lahan. Pupuk yang digunakan dalam penyiapan lahan sebaiknya
menggunakan pupuk organik, seperti pupuk kandang ataupun pupuk kompos sebanyak
1 ton dalam 1000 m2. Selain pemberian pupuk dasar, pengairan juga
perlu dilakukan, sehingga lahan yang hendak digunakan untuk menanam bibit tidak
mengering. Langkah terakhir yang perlu dilakukan adalah pembuatan bedengan.
Ukuran bedengan yang dibuat adalah 8m x 25 m atau seluas 20 m2.
3.
Penanaman
Tanaman sawi hijau (Brassica juncae L) dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas
maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah maupun
dataran tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang
diperoleh lebih baik di dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari
ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Namun
biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl. Tanaman sawi tahan terhadap air hujan,
sehingga dapat di tanam sepanjang tahun.
Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara
teratur. Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan
hawa yang sejuk. Lebih cepat tumbuh apabila
ditanam dalam suasana lembab. Akan
tetapi tanaman ini juga tidak senang pada air yang menggenang. Dengan demikian, tanaman ini cocok bila di
tanam pada akhir musim penghujan. Tanah
yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (ph) tanah yang optimum
untuk pertumbuhannya adalah antara ph 6 sampai ph 7.
Cara bertanam sawi
sesungguhnya tak berbeda jauh dengan budidaya sayuran pada umumnya. Budidaya
konvensional di lahan meliputi proses pengolahan lahan, penyiapan benih, teknik
penanaman, penyediaan pupuk dan pestisida, serta pemeliharaan tanaman. Sawi dapat ditanam secara
monokultur maupun tunmpang sari. Tanaman yang dapat ditumpangsarikan antara
lain : bawang dau, wortel, bayam, kangkung darat. Sedangkan menanam benih sawi
ada yang secara langsung tetapi ada juga melalui pembibitan terlebih dahulu. Menurut
Fuad (2010) penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasannya tumbuh
kurang subur. Pembudidayaan tanaman sawi (Brassica juncea L) sebaiknya tanaman
sawi cara penanamannya diakukan secara bertahap agar saat pemanena dapat
dilakukan secara bertahap.
Bila daerah yang mempunyai ph
terlalu rendah (asam) sebaiknya dilakukan pengapuran. Pengapuran ini bertujuan
untuk menaikkan derajad keasam tanah, pengapuran ini dilakukan jauh-jauh
sebelum penanaman benih, yaitu kira-kira 2 sampai 4 minggu sebelumnya. Sehingga
waktu yang baik dalam melakukan penggemburan tanah yaitu 2 – 4 minggu sebelum
lahan hendak ditanam. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur kalsit (caco3)
atau dolomit (camg(CO3)2).
Penanaman bibit terdiri dari beberapa
prosedur, yang pertama adalah menyiram tanah yang kering dengan menggunakan
air, hal ini dilakukan supaya tanah menjadi lembab sehingga mudah untuk
ditanami. Lubang tanam yang hendak dibuat sebaiknya mengikuti jarak tanam yang
diterapkan, yakni 15cm x 20cm. Lubang tanam dibuat kuranglebih sedalam 5 cm
dengan menggunakan tugal. Setelah semua lubang tanam siap, langkah yang
selanjutnya dilakukan adalah penanaman bibit.Bibit yang hendak ditanam
diusahakan adalah bibit yang berada dalam posisi tegak dan untuk satu lubang
tanam sebaiknya ditanami sebanyak 3 bibit sawi saja.
4.
Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan tanaman adalah
serangkaian tindakan penyiangan, pendangiran, penyulaman dan pencegahan
gangguan hama dan penyakit pada tanaman muda. Maksudnya adalah
membebaskan tanaman baru hasil pengayaan dan rehabilitasi dari berbagai bentuk
gangguan tumbuhan pengganggu dan penyulaman tanaman yang mati dengan bibit
sehat. Pemeliharaan tanaman umumnya dimulai 3 bulan setelah
penanaman, khususnya untuk tanaman tahunan. Menurut Sarawa
dan Maski (2014) Kegiatan pemeliharaan meliputi: penyiraman, penyulaman,
penjarangan, penyiangan, pembumbunan, pengendalian hama dan penyakit.
Penyiraman dilakukan secara teratur pada sore hari kalau tidak hujan mulai tanam
sampai menjelang panen. Saat
tanaman berumur 7 hari dilakukan penyulaman sedangkan pada umur 12 hari setelah
tanam (HST) dilakukan penjarangan dengan menyisakan dua tanaman. Saat gulma mulai tumbuh di sekitar tanaman,
maka dilakukan penyiangan.
a.
Penyiraman
Penyiraman pada tanaman sawi (Brassica juncea) dilakukan setiap hari pada saat
tanaman berusia 1/3 dari masa tanaman. Penyiraman tanaman sawi kelompok 20 dilakukan
sebanyak satu kali dalam sehari, yakni pada pagi ataupun sore hari. Penyiraman
yang kelompok 20 lakukan tidak maksimal karena terdapat beberapa hambatan,
seperti kesibukan di kampus maupun jarak dari kampus ke lahan yang juga tidak
dekat. Kegiatan penyiraman dilakukan agar tanaman budidaya mendapat nutrisi air
yang cukup agar tidak menyebabkan kekeringan dan layu pada daun
tanaman.Penyiraman pada saat tanaman telah lebih dari 1/3 masa tanam dapat
dilakukan seminggu 2 atau 3 kali tidak seintensif pada saat tanaman masih
berukuran kecil.
Penyiraman adalah
kebutuhan setiap makhluk tak terkecuali tanaman,tujuan dari penyiraman adalah agar
tanaman dapat menyerap zat-zat dan mineral dari tanah dengan kandungan air dan
dapat terus tumbuh. Penyiraman dapat dilakukan secara alami melalui air hujan,
dapat pula dilakukan dengan bantuan manusia maupun alat dan mesin pertanian. Air
pada tanaman tidak lain berfungsi sebagai pelarut zat makanan dalam tanah atau
media sehingga dapat dengan mudah terserap oleh akar tanaman. Dan perlu kita
perhatikan bagaimana teknik menyiram tanaman yang baik. Teknik menyiram yang
baik adalah dengan cara membuat air siraman seperti curahan air hujan, yaitu
dengan mengatur nozzle (ujung alat pembentuk luarnya hasil semprotan air) alat
penyemprot air pada ujung selang sehingga daun pada tanaman tersiram secara
merata.
Menurut Nurshanti
(2009), tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam sepanjang
tahun. Pada musim kemarau, jika penyiraman dilakukan dengan teratur dan dengan
air yang cukup, tanaman ini dapat tumbuh sebaik pada musim penghujan. Jadi,
jika budidaya sawi dilakukan pada dataran tinggi, tanaman ini tidak perlu air
yang banyak, sebaliknya jika ditanam di dataran rendah diperlukan air yang
lebih banyak. Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini memerlukan hawa yang
sejuk, maka akan lebih cepat tumbuh apabila ditanam dalam suasana lembab. Akan
tetapi tanaman ini juga tidak senang pada air yang menggenang. Sehingga,
tanaman sawi sesuai ditanam pada akhir musim penghujan.
b.
Penyulaman
Tanaman sawi yang ditanam tidak semua
dapat tumbuh baik. Beberapa tanaman mungkin akan mengalami kerusakan seperti
kerdil, maupun mati terserang hama atau penyakit. Kondisi tersebut membuat
tanaman sawi harus kita sulam, atatu kita ganti dengan tanaman baru yang lebih
baik.
Menurut Adi et al (2015) penyulaman dilakukan bila terdapat tanaman yang mati agar
panen dapat dilakukan dengan serentak. Penyulaman dilakukan
seminggu setelah bibit ditanam di lahan percobaan. Apabila
terdapat tanaman yang kurang baik pertumbuhannya (kerdil, mati, rusak diserang
hama dan penyakit) segera diganti dengan benih yang telah disediakan.
Benih yang digunakan untuk penyulaman dipersiapkan dengan perlakuan
yang sama.
Menurut Panri et al (2014) tanaman untuk penyulaman adalah tanaman cadangan yang seumur dengan
tanaman yang disulam. Penyulaman dilakukan pada tanaman yang tidak tumbuh atau
mati. Waktu penyulaman berakhir pada saat tanaman berumur satu minggu setelah
tanam.
c.
Penyiangan
Penyiangan menurut
Sulistyosari (2010) merupakan salah satu tahap yang sangat penting dari proses
budidaya tanaman sawi. Hal ini karena kehadiran gulma akan menjadi pesaing bagi
tanaman sawi dalam mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan dan pada gilirannya
akan menurunkan produksi. Selain untuk mengendalikan gulma, penyiangan juga
ditujukan untuk mengaduk tanah di sekitar daerah perakaran sehingga
meningkatkan aerasi udara di dalamnya.
Kegiatan penyiangan dilakukan untuk
membebaskan tanaman pokok dari tanaman pengganggu dengan cara membersihkan gulma yang tumbuh
liar di sekeliling tanaman. Pembersihan gulma dilakukan agar kemampuan kerja akar dalam
menyerap unsur hara dapat berjalan secara optimal. Disamping itu tindakan
penyiangan juga dimaksudkan untuk mencegah datangnya hama dan penyakit yang
biasanya menjadikan rumput atau gulma lain sebagai tempat persembunyiannya,
sekaligus untuk memutus daur hidupnya.
Penyiangan
biasanya dilakukan 2 – 4 kali selama masa pertanaman sawi, disesuaikan dengan
kondisi keberadaan gulma pada bedeng penanaman. Biasanya penyiangan dilakukan 1
atau 2 minggu setelah penanaman. Apabila perlu dilakukan penggemburan dan
pengguludan bersamaan dengan penyiangan. Hal ini dilakukan agar
pertumbuhan tanaman sawi
tidak kerdil atau terhambat, selanjutnya pada awal maupun akhir musim
penghujan, karena pada waktu itu akan terdapat banyak gulma yang tumbuh.
Penyiangan yang baik adalah apabila gulma tercabut sampai ke akarnya.
d.
Pemupukan Susulan
Pemupukan susulan ini merupakan pemupukan yang kedua setelah pemupukan
dasar yang telah dilakukan pada saat pengolahan lahan. Jenis pupuk yang
digunakanuntuk pupuk susulan yaaitu pupuk urea yang mengandung zat niitrogen;
pupuk SP-36 (super phosphate), yang mengandung zat phosphat; dan pupuk KCL
(kalium klorida) yang mengandung kalium. Pupuk urea mengandung nitrogen (N)
46%, pupuk SP-36 mengandung phosphat (P2O5) 36%, PUPUK
kcl mengandung (K2O) 60%. Penggunaan pupuk kimia hendaknya
memperhatika waktu pemupukan, dosis pemupukan, dan cara pemupukan. Hal ini
untuk menghindari dari pencemaran lingkungan, dan rusaknya angregat tanah.
Sehingga tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman.
Pemupukan susulan
dilakukan setelah pemupukan dasar yang telah dilakukan pada saat pengolahan
tanah. Menurut Primantoro (2007) Pupuk susulan diberikan 2 minggu setelah bibit
dipindahkan dari persemaian dengan pupuk sebanyak urea 60 kg/ha, pemberiannya
dilakukan dengan cara dilarutkan ke air kemudia disiramkan. Pupuk yang
diberikan pada pemupukan kedua yaitu pupuk organic atau pupuk kimia buatan
pabrik. Jenis pupuk yang anorganik diberikan adalah pupuk Nitrogen (N), pupuk
Phosphat (P) dan pupuk Kalium (K). Jenis pupuk NPK ini sangat penting
diberikan, karena untuk menambah kekurangan unsure hara NPK yang terdapat dalam
pupuk kandang dan yang terdapat di dalam tanah.
Pupuk susulan
pertama setelah tanaman berumur 4 hst dengan cara semprot larutan pupuk
cair Bioboost/EM4 (10 ml/1 liter air) pada tanaman. Pupuk susulan kedua dan
ketiga setelah tanaman berumur 11 hst dan 17 hst. Cara memupuk dan dosis
pupuk sama seperti pemupukan susulan pertama. Pupuk organic cair Landeto atau
Hantu dapat juga diberikan pada tanaman sebagai pupuk tambahan dengan dosis 2
tutup botol/10 liter air. Larutan pupuk ini disemprot pada tanaman dengan waktu
pemberian setelah tanaman berumur 7 hst, 14 hst, dan 21 hst. Penyiangan
dapat dilakukan jika tumbuh gulma. Jika ada tanaman terserang hama dan
penyakit, segera ditanggulangi secara mekanis (dicabut dan dibakar) atau
disemprot dengan fungisida dan insektisida nabati.
5. Pemanenan
Panen adalah
pemungutan (pemetikan) hasil sawah atau ladang. Istilah ini paling umum dipakai
dalam kegiatan bercocok tanam dan menandai berakhirnya kegiatan di lahan.
Istilah ini juga memiliki arti yang lebih luas, karena dapat dipakai pula dalam
budi daya ikan
atau berbagai jenis objek usaha tani lainnya, seperti jamur, udang, alga/ gulma laut,
dan hasil hutan
(kayu
maupun non-kayu).
Menurut Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Pertanian (2015) pemungutan hasil kedelai dilakukan pada saat tidak
hujan, agar hasilnya segera dapat dijemur. Ada dua cara yang dapat dilakukan,
yaitu : Pertamapemungutan dengan cara mencabut. Sebelum tanaman dicabut,
keadaan tanah perlu diperhatikan terlebih dulu. Pada tanah ringan dan berpasir,
proses pencabutan akan lebih mudah. Cara pencabutan yang benar ialah dengan
memegang batang poko, tangan dalam posisi tepat di bawah ranting dan cabang
yang berbuah. Pencabutan harus dilakukan dengan hati-hati sebab kedelai yang
sudah tua mudah sekali rontok bila tersentuh tangan. Kedua pemungutan dengan
cara memotong. Alat yang biasanya digunakan untuk memotong adalah sabit yang
cukup tajam, sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan goncangan. Di samping
itu dengan alat pemotong yang tajam, pekerjaan bisa dilakukan dengan cepat dan
jumlah buah yang rontok akibat goncangan bisa ditekan. Pemungutan dengan cara
memotong bisa meningkatkan kesuburan tanah, karena akar dengan bintil-bintilnya
yang menyimpan banyak senyawa nitrat tidak ikut tercabut, tapi tertinggal di
dalam tanah. Tanah yang
keras, pemungutan dengan cara mencabut sukar dilakukan, maka dengan memotong
akan lebih cepat.
Pemanenan tanaman
sayuran tidak sembarangan. Tanaman yang hendak dipanen memiliki kriterianya
tersendiri, seperti ukuran daun yang sudah berukuran besar atau berkembang
penuh. Warna daun juga menjadi salah satu kriteria panen. Warna daun yang sudah
mulai menua namun tidak yang terlalu tua menjadi pilihan terbaik untuk
dilakukan pemanenan. Semakin tua suatu daun sayuran, maka rasa daun sayuran
tersebut akan semakin pahit. Hal ini tidak akan merugikan produsen sendiri,
terutama untuk jenis sayuran yang bagian daunnya lah yang dikonsumsi. Kriteria
panen yang lain adalah ukuran batang yang sudah mulai membesar.
6. Pasca Panen
Pasca
panen adalah tahap penanganan hasil tanaman pertanian segera setelah
pemanenan.Penanganan pascapanen mencakup pemilihan (sorting),
pemisahan berdasarkan umuran (sizing), pemilihan berdasarkan mutu (grading),
dan pengepakan (packaging).
Pascapanen adalah
tahap penanganan hasil tanaman pertanian segera setelah pemanenan. Penanganan
pascapanen mencakup pengeringan, pendinginan,pembersihan,
penyortiran, penyimpanan, dan pengemasan. Karena hasil pertanian yang sudah
terpisah dari tumbuhan akan mengalami perubahan secara fisik dan kimiawi dan
cenderung menuju proses pembusukan. Penanganan pascapanen menentukan kualitas
hasil pertanian secara garis besar, juga menentukan akan dijadikan apa bahan
hasil pertanian setelah melewati penanganan pascapanen, apakah akan dimakan
segar atau dijadikan bahan makanan lainnya.
Penanganan
pascapanen berbeda dengan pengolahan pangan karena tidak mengubah struktur
fisik dan susunan kimiawi primer dari hasil pertanian secara signifikan.
Menurut Samad (2007), sayuran adalah hasil pertanian yang apabila selesai
dipanen tidak ditangani dengan baik akan segera rusak. Kerusakan ini terjadi
akibat pengaruh fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan fisiologis.Karena sifat bahan
yang mudah rusak (perishable) maka
penanganan pasca panen harus dilakukan secara hati-hati. Dalam lingkup yang
lebih luas, teknologi pasca panen juga mencangkup pembuatan bahan (produk)
beku, kering, dan bahan dalam kaleng. Kegiatan pasca panen sendiri berawal dari
sejak komoditas hortikultura diambil/dipisahkan dari tanaman (panen) sampai
pada komoditas tersebut sampai di konsumen.
a.
Pemilihan (sorting)
Pemilihan terhadap sayur
dilakukan untuk memisahkan sayur-sayur yang berbeda tingkat kematangan,
berbeda bentuk (mallformation), dan juga berbeda warna maupun
tanda-tanda lainnya yang merugikan (cacat) seperti luka, lecet, dan adanya
infeksi penyakit maupun luka akibat hama. Tahap kedua adalah pengukuran,
pengukuran sayur dimaksudkan untuk memilah-milah sayur berdasarkan
ukuran, berat atau dimensi terhadap sayur-sayur yang telah dipilih. Proses
pengukuran sayur dapat dilakukan secara manual maupun mekanik.
Sortasi merupakan
bagian kegiatan pasca panen yang dilakukan dengan tujuan memisahkan hasil
(pasca) panen yang baik dan yang jelek. Sortasi merupakan proses
pengklasifikasian bahan berdasatkan sifat fisiknya. Sortasi juga dapat
diartikan sebagai suatu kegiatan yang memisahkan produk berdasarkan tingkat
keutuhan atau kerusakan produk, baik karena cacat karena mekanis ataupun cacat
karena bekas serangan hama atau penyakit. Pada kegiatan sortasi, penentuan mutu
hasil panen biasanya didasarkan pada kebersihan produk, ukuran, bobot, warna,
bentuk, kematangan, kesegaran, ada atau tidak adanya serangan atau kerusakan
oleh penyakit, adanya kerusakan oleh serangga, dan luka oleh faktor mekanis.
Menurut Putera et al (2016) sortasi bertujuan untuk memilih atau memisahkan antara sawi
hijau yang baik dengan yang kurang baik dengan cara menghilangkan daun yang
sudah menguning, terkena penyakit, robek, dan patah.Sortasi atau pengkelasan dilakukan untuk memisahkan sayuran
berdasarkan kelas mutu. Hasil panen dikelompokkan menurut bentuk, ukuran atau beratnya sesuai dengan permintaan pasar
atau sesuai selera konsumen. Selanjutnya, dilakukan penyortiran dan
bagian-bagian tanaman yang tua, busuk atau rusak dibuang. Selain itu, perlu
juga memisahkan krop yang besar dari yang kecil. Krop yang besar biasanya
dijual di supermarket, sedangkan krop yang kecil dijual di pasar tradisional.
b.
Grading
Tahap selanjutnya adalah grading,
pada tahapan ini sayur-sayur dipilah-pilah berdasarkan tingkatan kualitas
pasar (grade).Tingkatan kualitas dimaksud adalah kualitas yang telah
ditetapkan sebagai patokan penilaian ataupun ditetapkan sendiri oleh produsen. Pemilihan kualitas sayuran dapat
berdasarkan ukuran, bentuk, kondisi, dan tingkat kemasakan. Tahapan ini
tentunya sangat penting bagi sayuran yang ditujukan untuk pasar segar. Tahapan
ini tidak perlu dilakukan apabila sayuran ditujukan untuk proses
pengolahan.
Grading adalah
pemilahan berdasarkan kelas kualitas. Biasanya dibagi dalam kelas 1, kelas 2, kelas 3 dan seterusnya,
atau kelas A, kelas B, kelas C dan seterusnya. Beberapa komoditas ada kelas super-nya. Tujuan dari tindakan
grading adalah untuk memberikan nilai lebih (harga yang lebih tinggi) untuk
kualitas yang lebih baik. Standard
yang digunakan untuk pemilahan atau
kriteria dari masing-masing kualitas
tergantung dari permintaan pasar. Standarisasi merupakan ketentuan mengenai kualitas atau kondisi komoditas
berikut kemasannya yang dibuat untuk kelancaran tataniaga/pemasaran.
Standarisasi pada dasarnya dibuat atas persetujuan antara konsumen dan produsen, dapat mencakup kelompok tertentu atau
wilayah /negara / daerah pemasaran tertentu.
Sebagai komoditas agrobisnis yang cukup populer,
tanaman sawi telah memiliki standar mutu nasional yang disebut Standar Industri
Indonesia (SII). SII biasanya digunakan untuk keperluan perdagana ekspor atau
pasaran yang menuntun kualitas tinggi. Kriteria tersebut meliputi Keseragaman
sifat varietas, kepadatan, kesegaran, keseragaman ukuran, kadar busuk maksimal,
kadar kotoran maksimal dan kerusakan maksimal.
c. Pengemasan
Pengemasan
merupakan rantai kegiatan pada penanganan pasca panen yang perlu dilakukan
secara baik, bila tidak akan terjadi kerusakan pada sayuran daun dan akibatnya
akan menimbulkan kerusakan pada sayuran daun. Menurut Haryanto et al (2007) Pengemasan
bertujuan unutk memudahkan pengiriman, menjaga dari kerusakan, serta membuat
penampilan lebih menarik. Pengemasan berfungsi untuk melindungi atau mencegah
komoditi dari kerusakan mekanis , menciptakan daya tarik bagi konsumen dan
memberikan nilai tambah produk serta memperpanjang daya simpan. Karena itu,
pengemasan sayuran daun harus dilakukan dengan hati-hati agar terhindar dari suhu
dan kelembaban yang ekstrim, goncangan, getaran , gesekan dan tekanan yang tinggi
terhadap kemasan tersebut. Kemasan yang baik harus dirancang dan disesuaikan
dengan karakteristik produk, bahan kemasan dan cara memproduksinya.
Pengemasan sayuran
bertujuan untuk mempermudah pengangkutan dan penyimpanan, serta melindungi
sayuran terhadap kerusakan fisik, mekanis, kimia dan biologi. Ada beberapa
pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pengemasan, pertama kemasan harus
memberi perlindungan terhadap sifat mudah rusak dari sayuran yang mmenyangkut
ukuran,bentuk konstruksi dan bahan yang dipakai. Hal yang kedua kemasan harus
cocok dengan kondisi pengangkutan dan harus dapat diterima oleh konsumen.
Ketiga, harga dan tipe atau bentuk kemasan harus sesuai dengan nilai sayuran
yang dikemas. Ada tiga kategori yang biasa digunakan dalam penentuan kemasan.
Ada yang disebut kemasan konsumen,yaitu kemasan yang digunakan untuk membungkus
produk atau barang yang diterima langsung konsumen. Dalam perdagangan retail
yang konvensional produk dikemas secara langsung dihadapan konsumen. Bahan
kemasan yang biasa digunakan adalah kertas atau kantong plastik polyetilen.
Sayuran pada tahap
pengemasan memiliki beberapa cara, diantaranya Pengemasan Wraping dengan
Menggunakan wrapping machine. Ini dilakukan untuk komoditi seperti
tomat, dan sayuran yang telah diolah atau dipotong-potong. Proses wrapping ada
yang menggunakan styrofoam dan ada yang tidak menggunakannya. Pengemasan dengan
menggunakan selotip polos atau selotip berlabel. Pengemasan ini dilakukan untuk
sayuran daun seperti bayam, caisim atau sawi, kangkung dan sayuran lain yang
perlu diikat. Pengemasan dengan menggunakan bag sealer. Pengemasan ini dengan
memasukkan sayuran ke dalam plastik berventilasi kemudian yang kemudian disegel
dengan hand sealer. Pengemasan ini untuk sayuran jenis khusus yang memerlukan
perlakuan lebih dari sayuran yang lain, seperti produk sayuran hidroponik yang
memerlukan label khusus karena pangsa pasarnya juga khusus. Pengemasan dengan
menggunakan net plastic. Pengemasan ini dengan memasukkan sayuran kedalam
jaring plastik. Biasanya untuk sayuran umbi seperti kentang, bit, dan lain
sebagainya
B. Pemasaran Usahatani
Menurut Umi
(2010) pemasaran merupakan suatu rangkaian penyaluran barang atau jasa
dari produsen ke konsumen dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen dan mencapai tujuan usaha. Dalam setiap proses pemasaran
sebagian besar melalui saluran pemasaran. Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian
nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke-21, masih akan
tetap berbasis pertanian secara luas. Namun, sejalan dengan tahapan-tahapan
perkembangan ekonomi maka kegiatan jasa-jasa dan bisnis yang berbasis pertanian
juga akan semakin meningkat, yaitu kegiatan agribisnis akan menjadi salah satu
kegiatan unggulan (a leading sector) pembangunan ekonomi nasional dalam
berbagai aspek yang luas.Kegiatan ekonomi yang berbasis pada tanaman pangan dan
hortikultura merupakan kegiatan yang sangat penting (strategis) di Indonesia.
Disamping melibatkan tenaga kerja terbesar dalam
kegiatan produksi, produknya juga merupakan bahan pangan pokok dalam konsumsi
pangan di Indonesia. Dilihat dari sisi bisnis, kegiatan ekonomi yang berbasis
tanaman pangan dan hortikultura merupakan kegiatan bisnis terbesar dan tersebar
luas di Indonesia. Perannya sebagai penghasil bahan pangan dan pokok,
menyebabkan setiap orang dari 200 juta penduduk Indonesia terlibat setiap hari
dalam kegiatan ekonomi tanaman pangan dan hortikultura.
Pengembangan komoditas hortikultura, khususnya sayur
dan buah-buahan dapat dirancang sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru
dalam perekonomian nasional. Perkembangan agribisnis sayur dan buah-buahan akan
memberi nilai tambah bagi produsen (petani) dan industri pengguna serta dapat
memperbaiki keseimbangan gizi bagi konsumen. Potensi pengembangan tanaman sayur
dan buah-buahan di Indonesia didukung oleh banyak faktor. Salah satu produk
pertanian organik yang mendapat perhatian lebih darimasyarakat Indonesia yaitu
sayuran. Sawi hijau yaitu salah satu jenis sayurandikenal pula sebagai caisim
atau sawi bakso. Begitu banyak manfaat dankegunaan dari sawi caisim. Hal
tersebut tentu dapat menjadi kriteria masyarakatuntuk mengkonsumsi sawi caisim
khususnya sawi caisim organik.
Menurut Sebayang (2010), berdasarkan analisis tingkat
kepentingan atribut sawi caisim organik diketahui bahwa atribut yang
dipertimbangkan oleh konsumen dalam melakukan pembelian secara berurutan adalah
atribut kebersihan, kesegaran produk,kemasan, dan harga. Berdasarkan analisis
masing-masing atribut menurut sifat ideal
konsumen dapat diketahui bahwa atribut-atribut pada sawi caisim organikbelum
memenuhi sifat ideal menurut konsumen adalah harga, kebersiha produkdan
kesegaran produk, sedangkan atribut yang sudah memenuhi sifat idealkonsumen
adalah atribut kemasan. Hasil penelitian juga menunjukan sikapkonsumen terhadap
sawi caisim organik adalah baik.
C. AnalisisUsahatani
Analisis usahatani
adalah upaya untuk mengetahui tingkat kelayakan atau kepantasan untuk
dikerjakan dari suatu jenis usaha, dengan melihat beberapa parameter atau
kriteria kelayakan tertentu. Analisis usaha tani dilakukan untuk
mengetahui besarnya investasi, unsur biaya, tingkat produksi yang harus
dicapai, harga jual yang menguntungkan, dan besarnya keuntungan yang akan
diraih. Analisis usaha tani dapat berupa pembiayaan usaha, keuntungan usaha,
dan analisis kelayakan usaha yang terdiri dari analisis BEP, R/C, dan B/C.
1) BiayaUsahatani
Biaya usahatani adalah
biaya yang dikeluarkan petani untuk mengaplikasikan faktor-faktor produksi.
Biaya usahatani ada 2 macam yaitu biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya
eksplisit adalah biaya yang secara nyata dikeluarkan petani, dan biaya implisit
adalah biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan petani. Berikut adalah tabel
biaya usahatani sawi
Tabel 1.1 Biaya Usahatani Budidaya Tanaman Sawi (Brassica juncea)
Biaya
|
|
|
Rata-rata per usahatani
|
Konservasi
1
Ha
|
|
1.
Biaya eksplisit
|
|
|
a. Benih Sawi
|
1.389
|
11023798,5
|
b. Sekam
|
455
|
3611107,5
|
c. Irigasi
|
0
|
0
|
d. Biaya Angkut
|
0
|
0
|
e. Pupuk Organik
Sawi
|
13.000
|
103174500
|
f. Tenaga Kerja
Luar
|
0
|
0
|
Jumlah biaya
eksplisit
|
14.844
|
117809406
|
2.
Biaya implisit
|
|
0
|
a. Tanah
|
5.280
|
41904720
|
b. Tenaga Kerja
Dalam
|
100.000
|
793650000
|
c. Bunga Modal
Sendiri
|
223
|
1769839,5
|
d. Biaya
Penyusutan
|
3.250
|
25793625
|
e. Sewa Lahan Sendiri
|
2.953
|
23436484,5
|
Jumlah
biaya implisit
|
111.706
|
886554669
|
Total
Biaya
|
126.550
|
1004364075
|
Sumber : Hasil olahan data primer
Berdasarkan tabel diatas menunjukan
bahwa biaya eksplisit meliputi benih sawi, sekam, irigasi, biaya angkut,
pupuk organik sawi, dan tenaga kerja luar. Rata-rata benih per usahatani adalah Rp 1.389,00 dan
konversi 1 Ha adalah Rp 11.023.798,5
Sekam per usahatani rata-rata memerlukan
biaya Rp 455,00 dan konversi 1 Ha adalah Rp 3.611.107,5. Pupuk organik yang digunakan
tanaman sawi sebesar Rp13.000,00 dengan konversi 1 Ha sebesar Rp 103.174.500. Jumlah biaya eksplisit
per usahataninya sebesar Rp 14.844,00 dalam konversi 1 Ha sebesar Rp 117.809.406.
Biaya implisit
meliputi tanah, tenaga kerja luar, bunga modal sendiri, biaya penyusutan, dan
sewa lahan sendiri. Rata-rata per usahatani tanah sebesar Rp 5.280,00 dengan
konversi 1 Ha sebesar Rp 41.904.720.
Tenaga kerja dalam memiliki rata-rata per usahatani sebesar Rp 100.000,00
dengan konversi 1 Ha sebesar Rp 793.650.000. Rata-rata per usahatani bunga modal sendiri adalah Rp
223 dan konversi 1 Ha adalah
Rp 1.769.839,5. Rata-rata per usahatani biaya penyusutan sebesar
Rp 3.250,00 dan konversi 1 Ha sebesar Rp 25.793.625. Sewa lahan sendiri yang digunakan per usahatani rata-ratanya adalah Rp 2.953,00 dan konversi 1 Ha adalah Rp 23.436.484,5. Jumlah biaya implisit dengan rata-rata per usahataninya sebesar Rp 111.706,00 dan konversi 1 Ha sebesar
Rp 886.554.669. Total biaya rata–rata per usahatani sebesar Rp126.550,00 dan konversi 1 Ha sebesar Rp 1.004.364.075.
Rp 1.769.839,5. Rata-rata per usahatani biaya penyusutan sebesar
Rp 3.250,00 dan konversi 1 Ha sebesar Rp 25.793.625. Sewa lahan sendiri yang digunakan per usahatani rata-ratanya adalah Rp 2.953,00 dan konversi 1 Ha adalah Rp 23.436.484,5. Jumlah biaya implisit dengan rata-rata per usahataninya sebesar Rp 111.706,00 dan konversi 1 Ha sebesar
Rp 886.554.669. Total biaya rata–rata per usahatani sebesar Rp126.550,00 dan konversi 1 Ha sebesar Rp 1.004.364.075.
2) Penerimaan Usahatani
Penerimaan adalah jumlah uang yang
diperoleh dari penjualan sejumlah output atau dengan kata lain merupakan segala
pendapatan yang diperoleh oleh perusahaan hasil dari penjualan hasil
produksinya. Hasil total penerimaan dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah
satuan barang yang dijual dengan harga barang yang bersangkutan.
`Tabel 1.2 Asumsi Penerimaan
Usahatani Sawi (Brassica juncea)
Uraian
|
Rata-rata per usahatani
|
Konversi 1 Ha
|
Produksi
|
10 ikat ( 1kg )
|
79.365 ikat
|
Harga
|
4000 per ikat
|
-
|
Penerimaan
|
Rp. 40.000
|
Rp 317.460.000
|
Sumber :Data Primer
Berdasarkan data dari tabel di atas, hasil produksi
rata-rata perusahatani diperoleh sebesar 10 ikat yang memiliki berat 1 kg,
apabila dikonversikan ke luas lahan 1 Ha maka menjadi 79.365 ikat. Sawi tersebut di beri harga Rp.4000,-
per ikat sawi. Asumsi penerimaan
rata-rata per usahatani yang diberi harga Rp. 4.000 memiliki hasil 10 ikat sawi
adalah Rp. 40000,- dan apabila dikonversikan ke luas lahan 1 Ha ialah Rp.317.460.000,-.
Tabel 1.3 RealitaPenerimaan Usahatani Sawi (Brassica
juncea)
Uraian
|
Rata-rata perusahatani
|
Konversi 1 Ha
|
Produksi
|
460
|
2.819
|
Harga
|
12.483
|
76.569
|
Penerimaan
|
Rp5.881.667
|
Rp36.076.467
|
Sumber :Data Primer
Dilihat
dari data pada tabel tersebut di atas, dapat diketahui bahwa ...........................................................................................................
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
3) PendapatanUsahatani
Besarnya pendapatan
yang akan diperoleh dari suatu kegiatan usahatani tergantung dari beberapa
faktor yang mempengaruhinya seperti luas lahan, tingkat produksi, identitas
pengusaha, pertanaman, dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan usahatani, petani
berharap dapat meningkatkan pendapatannya sehingga kebutuhan hidup sehari-hari
dapat terpenuhi. Harga dan produktivitas merupakan sumber dari
faktor ketidakpastian, sehingga bila harga dan produksi berubah maka pendapatan
yang diterima petani juga berubah. Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua pengertian,
yaitu pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor yaitu seluruh
pendapatan yang diperoleh petani dalam usahatani selama satu tahun yang dapat
diperhitungkan dari hasil penjualan atau pertukaran hasil produksi yang dinilai
dalam rupiah berdasarkan harga per satuan berat pada saat pemungutan hasil.
Pendapatan bersih yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam satu
tahun dikurangi dengan biaya produksi selama proses produksi.Biaya produksi meliputi biaya riil tenaga kerja dan biaya riil sarana
produksi.
Tabel 1.4 Asumsi Pendapatan Usahatani Budidaya Sawi (Brassica
juncea)
Penjualan
|
Penerimaan
Usahatani
(a)
|
Biaya
Eksplisit
(b)
|
Pendapatan
(a-b)
|
1
|
40.000
|
14.844
|
25.156
|
Total
|
40.000
|
14.844
|
25.156
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data dari tabel di atas, asumsi usahatani sawi hijau yang dilakukan
di polybag memiliki penerimaan sebesar Rp.40.000. Besar biaya eksplisit atau
biaya yang benar-benar dikeluarkan dalam usahatani sawi hijau sebesar
Rp.14.844. Penerimaan usahatani sawi hijau sebesar Rp.40.000 dan biaya
eksplisit sebesar Rp.14.844, setelah penerimaan dikurangi biaya eksplisit maka
pendapatan usahatani sawi hijau sebesar Rp.25.156.
Tabel 1.5 Realita Pendapatan Usahatani Budidaya Tanaman Sawi (Brassica juncea)
Penjualan
|
PenerimaanUsahatani
(a)
|
BiayaEksplisit
(b)
|
Pendapatan
(a-b)
|
1
|
|
|
|
2
|
|
|
|
3
|
|
|
|
4
|
|
|
|
5
|
|
|
|
Total
|
|
|
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data dari tabel di atas, ............................................................................................................................................................................................................................................
4) Keuntungan Usahatani
Efisiensi dari analisis
keuntungan diperoleh perbandingan dari penerimaan dengan biaya total. Analisis
risiko dari sudut analisis keuntungan dapat dilihat dari dua kriteria Koefisien
Variasi (KV) dan Batas Bawah Keuntungan (BBK). Analisis kelayakan dilihat dari
empat kriteria yaitu Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Gross Benefit Ratio (Gross B/C). Analisis
ekonomi untuk menilai kelayakan suatu investasi mencakup pada perhitungan
penentuan biaya investasi, biaya operasional dan penerimaan.
Tabel 1.6 Asumsi Keuntungan Usahatani Budidaya Tanaman Sawi (Brassica juncea)
Uraian
|
Sawi di
Laboratorium FP UNS
|
|
Rata-rata per usahatani
|
Konversi 1 Ha
|
|
Penerimaan
|
40.000
|
317460000
|
Biaya Eksplisit
|
14.844
|
117809406
|
Biaya Implisit
|
111.706
|
886554669
|
Keuntungan
|
-86.550
|
-686904075
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data dari tabel di atas, asumsi keuntungan
usahatani budidaya tanaman sawi di Laboratorium Fakultas Pertanian dengan
penerimaan yang didapat dengan rata-rata per usahatani yaitu Rp. 40000,- dan
apabila dikonversikan ke luas lahan 1 Ha ialah Rp. 317.460.000,-. Biaya eksplisit dan emplisit
yang diterima rata-rata per usahatani ialah Rp. 14.844,- dan 111.706,- dan untuk konversi 1 Ha
biaya eksplisit dan implisit yang diterima ialah Rp. 117.809.406,- dan Rp. 886.554.669,-.
Keuntungan usahatani tanaman sawi rata-rata per usahatani yaitu sebesar Rp.
-86.550,- dan apabila dikonversikan dalam 1 Ha keuntungan yang diperoleh
Rp -686.904.075,- maka dapat disimpulkan bahwa usahatani budidaya tanaman sawi di Laboratorium Fakultas Pertanian UNS mengalami kerugian dalam usahatani.
Rp -686.904.075,- maka dapat disimpulkan bahwa usahatani budidaya tanaman sawi di Laboratorium Fakultas Pertanian UNS mengalami kerugian dalam usahatani.
Tabel 1.7 Realita Keuntungan Usahatani Budidaya Tanaman Sawi (Brassica juncea)
Uraian
|
BawangMerah di KelurahanBlumbang
|
|
Rata-rata per usahatani
|
Konversi 1 Ha
|
|
Penerimaan
|
5.881.667
|
36.076.467
|
Biaya Eksplisit
|
1.636.093
|
10.035.325
|
Biaya Implisit
|
742.311
|
4.553.124
|
Keuntungan
|
3.399.997
|
20.854.610
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data dari tabel di atas, ........................................................................................................................................................................................................................................
5) Efisiensi Usahatani
Usahatani yang
baik selalu dikatakan sebagai usahatani yang produktif atau efisien. Efisien
usahatani dibedakan atas efisiensi fisik dan efisiensi ekonomis. Efisiensi
fisik adalah banyaknya hasil produksi yang dapat diperoleh dari kesatuan input
dan jika dinilai dengan uang maka akan berubah menjadi efisiensi ekonomi,
dengan kata lain efisiensi ekonomi tergantung dai harga faktor produksi dan
efisiensi fisik. Berdasarkan pengertian tersebut maka efisiensi dalam
penelitian ini adalah efisiensi usahatani yang merupakan imbangan atau rasio
antara total nilai produksi dengan total biaya produksi.
a) R/C
Ratio
R/C rasio besaran nilai yang menunjukan perbandingan antara
penerimaan usaha (Revenue = R) dengan
total biaya (Cost = C) amerupakan
metode analisis untuk mengukur kelayakan usaha dengan menggunakan rasio
penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Dalam batasan
besaran nilai R/C dapat diketahui apakah suatu usaha menguntungkan atau tidak
menguntungkan. Secara garis besar dapat dimengerti bahwa suatu usaha
akan mendapatkan keuntungan apabila penerimaan lebih besar dibandingkan dengan
biaya usaha. Analisis kelayakan usaha digunakan untuk mengukur tingkat
pengembalian usaha dalam menerapkan suatu teknologi. Ada 3 (tiga) kemungkinan yang
diperoleh dari perbandingan antara Penerimaan (R) dengan Biaya (C), yaitu : R/C
= 1; R/C > 1 dan R/C < 1. Dengan kriteria
hasil:
1)
R/C
> 1 berarti usaha sudah dijalankan secara efisien.
2)
R/C = 1 berarti usaha yang dijalankan dalam kondisi titik impas/Break
Event Point (BEP).
3)
R/C
ratio < 1 usaha tidak menguntungkan dan tidak layak
Tabel 1.8 Asumsi Perhitungan R/C Ratio pada Budidaya Sawi (Brassica
juncea)
Komponen
|
Sawi di
Laboratorium FP UNS
|
Penerimaan
|
317.460.000
|
Keuntungan
|
-686.904.075
|
Biaya
|
|
a. Biaya Eksplisit
|
117.809.406
|
b. Biaya Implisit
|
886.554.669
|
Total Biaya
|
1.004.364.075
|
R/C atas biaya tunai (eksplisit)
|
2,69
|
R/C atas biaya
total
|
0,32
|
Tabel 1.9 Realita Perhitungan R/C Ratio pada Budidaya Sawi (Brassica
juncea)
Komponen
|
BawangMerah di KelurahanBlumbang
|
Penerimaan
|
|
Keuntungan
|
|
Biaya
|
|
a. BiayaEksplisit
|
|
b. BiayaImplisit
|
|
Total Biaya
|
|
R/C atasbiayatunai (eksplisit)
|
|
R/C atasbiaya total
|
|
Sumber : Data Primer
Tabel 1.8
maupun pada tabel 1.9 data
R/C ratio menunjukan
Hasil perhitungan R/C Ratio yang lebih dari angka 1
menunjukan tngkat efisiensi usahatani tersebut. Perhitungan R/C Ratio bila
menunjukan angka kurang dari 1 atau sama dengan 1, lebih baik dilakukan
peninjauan ulang terhadap kegiatan usahatani tersebut. Ketidak efisiensinya
aspek yang mempengaruhi dapat menyebabkan angka kurang dari atau sama dengan 1.
b) B/C
Ratio
Benefit Cost
Ratio merupakan salah satu metode kelayakan investasi. Pada dasarnya
perhitungan metode kelayakan investasi ini lebih menekankan kepada benefit
(manfaat) dan perngorbanan (biaya/ cost) suatu invetasi, bisa berupa usaha,
atau proyek. Analisis Benefit Cost Ratio banyak merupakan alternatif yang
jumlahnya lebih dari satu. Untuk menghitung analisis alternatif banyak maka
harus dilakukan secara inkremental seperti pada rate of return. Kriteria
pengembalian keputusan berdasarkan nilai B/C yang diperoleh. Jika dari 2
alternatif yang dibandingkan diperoleh nilai B/C ≥1 , maka alternatif
dengan biaya yang lebih besarlah yang dipilih. Namun jika dari dua alternatif
yang dibandingkan diperoleh nilai B/C<1, maka alternatif dengan biaya yang
lebih kecil yang dipilih.
B/C ratio adalah
besaran nilai yang menunjukan perbandingan antara Laba Bersih (Benefit = B)
dengan Total Biaya (Cost = C). Dalam batasan besaran nilai B/C dapat diketahui
apakah suatu usaha mnguntungkan atau tidak menguntungkan. Oleh karena adanya unsur
keuntungan sebesar 0,3 maka analisis kelayakan dari B/C ratio adalah :
a. B/C >
0,3 = Layak / Untung
b. B/C = 0,3
= BEP
c. B/C < 0,3 = Tidak Layak / Rugi.
Perhitungan B/C ratio dibagi menjadi dua kemungkinan, yaitu
perhitungan asumsi dan perhitungan realitas pada tanaman yang di budidayakan.
Berikut perhitungannya :
1) Asumsi
B/C Ratio
B/C Ratio atas biaya tunai
|
=
|
Keuntungan usahatani
|
Biaya tunai usahatani (eksplisit)
|
||
=
|
-686.904.075
|
|
117.809.406
|
||
=
|
-5,83
|
B/C
Ratio atas biaya
total
|
=
|
keuntungan usahatani
|
biaya
total usahatani
|
||
=
|
-686.904.075
|
|
1.004.364.075
|
||
=
|
-0,68
|
2) Realita
B/C Ratio
B/C Ratio
atas biaya tunai
|
=
|
keuntungan
usahatani
|
biaya tunai
usahatani (eksplisit)
|
||
=
|
????
|
|
????
|
||
=
|
B/C Ratio atas biaya total
|
=
|
keuntungan
usahatani
|
biaya
total usahatani
|
||
=
|
??????
|
|
?????
|
||
=
|
D. AnalisisKomparatif
Usaha Tani
Berdasarkan atas perhitungan
asumsi B/C ratio atas biaya tunai didapatkan .................................................................................................................................................................................................................................................
Perbedaan perhitungan antara
asumsi dan realita disebabkan oleh banyak faktor yang ada pada usahatani sawi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain kondisi tanah, iklim dan cuaca,
serta cara budidaya. Kondisi tanah yang dipakai dalam usahatani sawi tidak
sesuai karena memakai lahan yang sebelumnya digunakan untuk usahatani padi.
Iklim dan cuaca yang sedang berlangsung tidak mendukung usahatani sawi karena
saat panas menyebabkan lahan menjadi kering kehilangan kandungan air, sedangkan
saat hujan air menjadi menggenang yang dapat menyebabkan perakaran sawi menjadi
membusuk. Cara budidayapun belum cukup baik mulai dari pengolahan lahan yang
kurang maksimal, penanaman yang kurang teratur jarak tanamnya, pengairan yang
tidak memadahi dan cara pemanenan yang salah juga akan berpengaruh terhadap
keuntungan dalam usahatani.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Musnoi, Sumihar Hutapea,
dan Rizal Aziz. 2015. Pengaruh Pemberian Biochar Dan Pupuk Bregadium
Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Sawi Hijau (Brassica rapa var.
Parachinensis L). J Agrotekma 1 (2):160-174.
Anas,
D. Susila. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Departemen Agronomi dan
Holltikultura. Fakultas Pertanian IPB.
Asih Eti Dwi, Mukarlina, dan Irwan Lovadi. 2015.
Toleransi Tanaman Sawi Hijau (Brassica juncea L.) Terhadap Cekaman Salinitas
Garam NaCl. J Protobiont 4 (1) : 203-208.
Badan Penyuluhan
Dan Pengembangan Sdm Pertanian. 2015. Panen Dan Pengelolaan.
Pascapanen Kedelai. Semarang: Aneka Ilmu.
Fuad, Ahmad. 2010.
Budidaya Tanaman Sawi (Brassica juncea
L). Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Haryanto, E.,
Suhartini, T., Rahayu, E., Sunarjono, H. 2007. Sawi dan Selada. Depok : Penebar
Swadaya.
Haryanto,
Eko. 2007. Sawi dan Selada Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Semangat.
Muhamad Rizal, Yossita Fiana. 2015.Teknologi budidaya tanaman sayuran dan TOGA
di perkotaan danperdesaan pada kawasan rumah pangan lestari dalam mendukung ketahanan pangan di Kalimantan Timur. Pros Sem Nas
Masy Biodiv Indon 1 (2): 324-329
Nurshanti,
Fatma D. 2009. Pengaruh pemberian pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman sawi caisim (Brassica Juncea
L.).
J Agronobis 1(1): 89-98
J Agronobis 1(1): 89-98
Panri M. Pardede,
Armaini, dan Sukemi Indra
Saputra. 2014. APLIKASI PUPUK
ORGANIK DENGAN ANORGANIKTERHADAP TANAMAN SAWI (Brassica juncea, L.). JFaperta
Vol. 1:2
Prihmantoro, Heru.
2007. Memupuk Tanaman Sayur. Depok : Penebar Swadaya.
Putera I Made Dwi Kayana, I.G.A Lani Triani,
Bambang Admadi H. 2016.Aplikasi Commodity System Assessment Method (Csam)
Pada Penanganan Pascapanen Sawi Hijau (Brassica Rapa I. Subsp.
Perviridis Bayley) Dari Petani Di Kecamatan Banjarangkan Sampai Pengecer.
J Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri 4(2):83-94.
J Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri 4(2):83-94.
Samad,
M Yusuf. 2007. Pengaruh penanganan pasca panen terhadap mutu komoditas
hortikultura.J Sains dan Teknologi Indonesia 8(1): 31-36
Sarawa, Makmur
Jaya Arma, Dan Maski Mattola. 2014. Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merr) Pada Berbagai
Interval Penyiraman Dan Takaran Pupuk Kandang.
Jurnal Agroteknos. Vol. 4(2): 78-86.
Sebayang,
Gebriyan Isabella. 2010. Sikap konsumen pasar swalayan terhadap sawi caisim
organik di kota Surakarta. Surakarta: UNS Press.
Sulistosari,
Novi. 2010. Kajian Pemilihan Alternatif Penyiangan Gulma. Departemen Agronomi
dan Holltikultura. Fakultas Pertanian IPB.
Umi
Rofiatin. 2010. Efisensi Usahatani Tanaman Sawi. J Buana Sains 10 (2):
189-194
189-194
Posting Komentar untuk "Laporan Praktikum Ilmu Usaha Tani "