Laporan Praktikum Ilmu Usaha Tani
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ilmu
usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan
mengoperasikan berbagai fakktor
produksi seperti lahan, tenaga, dan modal sebagai dasar bagaimana petani
memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga
memberikan hasil maksimal dan kontinyu. Produksi
pertanian yang berlebih maka diharapkan memperoleh pendapatan tinggi. Hal ini harus dimulai dengan perencanaan
untuk menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi pada waktu yang akan
datang secara
efisien sehingga dapat diperoleh pendapatan yang maksimal.
Usahatani merupakan satu-satunya ujung
tombak pembangunan nasional yang mempunyai peran penting. Upaya mewujudkan
pembangunan nasional bidang pertanian (agribisnis) masa mendatang merupakan
sejauh mungkin mengatasi masalah dan kendala yang sampai sejauh ini belum mampu
diselesaikan secara tuntas sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius.
Satu hal yang sangat kritis adalah bahwa meningkatnya produksi pertanian
(agribisnis) atau output
selama ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan
petani secara signifikan dalam usahataninya.
Adanya
praktikum ilmu usahatani ini untuk mengetahui dan mempelajari arus biaya,
penerimaan, dan pendapatan pada usahatani. Hal ini dilakukan guna mengetahui
tingkat kelayakan usahatani dengan melihat parameter atau kriteria kelayakan
tertentu. Suatu usahatani dikatakan layak apabila keuntungan yang diperoleh
dapat menutup seluruh biaya. Praktikum ini dilaksanakan dengan maksud agar
mahasiswa dapat melakukan praktik budidaya tanaman, analisis biaya, penerimaan,
pendapatan dan keuntungan sampai dengan pemasaran usahatani.
B. Maksud
dan Tujuan
1. Maksud
Melatih mahasiswa untuk melakukan praktik budidaya
tanaman, analisi biaya, penerimaan, pendapatan, dan keuntungan sampai dengan
pemasaran hasil usahatani.
2. Tujuan
Tujuan
dari praktikum ini antara lain:
a. Melakukan praktik budidaya tanaman semusim
b. Menghitung biaya, penerimaan, pendapatan, dan keuntungan
c. Memasarkan hasil praktik budidaya tanaman semusim
d.
Menganalisis
efesiensi usahatani dengan analisis “R/C” ratio dan “B/C” ratio
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Budidaya
Tanaman Sawi
Budidaya merupakan kegiatan terencana terhadap pemeliharaan sumber daya hayati yang dilakukan pada suatu areal lahan untuk diambil manfaat/hasil
panennya. Kegiatan budidaya dapat dianggap sebagai inti dari usaha tani. Usaha
budidaya tanaman
mengandalkan penggunaan tanah atau media
lainnya di suatu lahan untuk membesarkan tanaman dan lalu memanen bagiannya yang bernilai ekonomi. Cara bertanam sawi
sesungguhnya tak berbeda jauh dengan budidaya sayuran pada umumnya. Budidaya
konvensinal meliputi proses pengolahan lahan, penyiapan benih yang bermutu,
teknik penanaman, penyediaan pupuk dan pestisida, serta pemeliharaan tanaman
secara intensif (Haryanto et al, 2007).
Budidaya
tanaman sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan diartikan sebagai tempat
yang tidak terlepas dari suatu kondisi, situasi, dan peristiwa yang memengaruhi
perkembangan setiap usaha. Setiap pengelolaan usaha diupayakan sedapat mungkin
menyederhanakannya melalui penyelidikan/observasi terhadap berbagai faktor
lingkungan. Oleh karena itu, perlu ditetapkan kriteria untuk mempelajari
lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan memiliki pengaruh nyata terhadap
kemungkinan keberhasilan dan kegagalan agribisnis sehingga timbul peluang dan
ancaman usaha. Melalui analisis peluang maka strategi usaha dapat disusun
dengan memerhatikan analisis faktor internal, yang terdiri atas unsur kekuatan
dan kelemahan usaha tani. Dengan demikian, identifikasi kekuatan dan kelemahan
diarahkan untuk mengeksploitasi peluang dan mengatasi ancaman. Sebagai suatu
kegiatan ekonomi, usaha tani sayuran tidak terlepas dari pengaruh lingkungan,
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri atas pendidikan
sumber daya manusia, produktivitas, modal, tenaga kerja, dan pengalaman
berusaha tani, sedangkan faktor eksternal meliputi kelembagaan, pemasaran,
infrastruktur, dan kebijakan pemerintah (Taufik 2012). Tanaman sawi dapat
ditanam di dataran tinggi maupun dataran rendah. sawi termasuk tanaman sayuran
yang tahan terhadap hujan. sehingga ia dapat ditanam di sepanjang tahun,
asalkan pada saat musim kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman.
keadaan tanah yang dikehendaki adalah tanah gembur, banyaj mengandung humus,
dan drainase baik dengan derajat keasaman (pH) 6-7 (Fuad, 2010).
Teknik
budidaya tanaman sawi tak berbeda jauh dengan budidaya sayuran pada umumnya. Budidaya
konvensional di lahan meliputi proses pengolahan lahan,
penyiapan benih, teknik penanaman,
penyediaan pupuk dan pestisida, serta pemeliharaan tanaman.
Menanam benih sawi
ada yang secara langsung tetapi ada juga melalui pembibitan terlebih dahulu
(Margiyanto, 2008).
(Margiyanto, 2008).
Pada budidaya tanaman
dengan media tanah, tanaman dapat memperoleh unsur hara dari dalam tanah,
tetapi pada budidaya tanaman secara hidroponik, tanaman memperoleh unsur hara
dari larutan nutrisi yang dipersiapkan khusus. Larutan nutrisi dapat diberikan
dalam bentuk genangan atau dalam keadaan mengalir. Media tanam hidroponik dapat
berasal dari bahan alam seperti kerikil, pasir, sabut kelapa, arang sekam, batu
apung, gambut, dan potongan kayu atau bahan buatan seperti pecahan bata
(Suhardiyanto, 2011 dalam Fitriani, 2015).
B. Landasan
Teori
1.
Ilmu
Usahatani
Usahatani
merupakan suatu perusahaan yang sangat kompleks. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menentukan hubungan antara biaya dan pendapatan dari suatu
usahatani adalah memperhitungkan pendapatan dan biaya usahatani selama satu
tahun. pendapatan usahatani dapat dicari
dengan selisih antara penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan (Antriyandarti, 2008).
Faktor produksi yang
digunakan untuk usahatani meliputi: tanah (land), modal (capital), tenaga kerja
(labour), dan managemen (management) yang berfungsi mengkoordinir ketiga faktor
produksi untuk memperoleh hasil produksi optimal.
a. Tanah sebagai faktor
produksi. Salah satu faktor yang
memiliki tingkat produktifitas adalah lahan garapan. Hal ini menyebabkan usaha
pertanian yang mempunyai tanah sedikit di daerah tertentu produksinya atau
pendapatan yang diperoleh juga sedikit.
b. Modal sebagai faktor
produksi. Dalam konteks usahatani, modal dimaksudkan sebagai barang ekonomi
untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar dan mempertahankan pendapatan yang
telah diperolehnya.
c.
Tenaga kerja sebagai faktor produksi.
Dalam usahatani tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi yang
utama, dimaksudkan adalah mengenai kedudukan si petani dalam usahatani. Petani
dalam usahatani tidak hanya menyumbangkan tenaga saja, tapi lebih dari pada
itu. Petani adalah pemimpin (manager) usahatani, mengatur organisasi produksi
secara keseluruhan. Jadi disini kedudukan petani sangat menentukan dalam
usahatani (Darwanto, 2010).
Ilmu usahatani
adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumber
daya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh
hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen.
Usahatani dikategorikan sebagai usahatani
kecil karena mempunyai ciri-ciri berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk
lokal yang meningkat, mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan
tingkat hidup yang rendah, bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi
yang subsisten, kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan
lainnya (Shinta, 2011).
Ilmu usahatani
adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir
faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan
manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan
ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, dan mengorganisasikan
penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga
usaha tersebut memberikan penghasilan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2015).
2.
Biaya
Usahatani
Biaya usahatani merupakan
pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, dan peternak) dalam
mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang
maksimal. Biaya usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed
cost) dan biaya tidak tetap
(variable cost).
(variable cost).
- Biaya tetap atau fixed cost umumnya diartikan sebagai biaya
yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak
atau sedikit,
misalnya pajak (tax). Biaya untuk pajak akan tetap dibayar walaupun hasil usahatani itu gagal
panen. Selain itu, biaya tetap dapat pula dikatakan biaya yang tidak dipengaruhi
oleh besarnya komoditas pertanian, misalnya penysutan alat dan gaji karyawan, sewa tanah, alat pertanian, dan
sebagainya.
- Biaya tidak tetap atau biaya variabel/variable cost merupakan
biaya yang besar-kecilnya
dipengaruhi besarnya komoditas pertanian yang diperoleh. Misalnya biaya untuk sarana
produksi pertanian. Jika menginginkan produksi
komoditas yang tinggi, faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja
perlu ditambah,
pupuk juga ditambah dan sebagainya sehingga biaya itu sifatnya akan berubah-ubah karena
tergantung dari basar-kecilnya produksi komoditas pertanian yang diinginkan, jadi dengan kata lain biaya tidak tetap
dapat pula diartikan
sebagai biaya yang sifatnya berubah-ubah sesuai dengan besarnya komoditas pertanian (Rahim dan Hastuti, 2008).
Biaya
usahatani dapat dikategorikan 3, yaitu biaya alat luar, biaya mengusahakan dan
biaya menghasilkan. Biaya alat luar yaitu semua pengorbanan yang diberikan
dalam usahatani untuk memperoleh pendapatan kotor, kecuali bunga seluruh aktiva
yang dipergunakan dan biaya untuk kegiatan pengusaha dan upah tenaga kerja sendiri.
Biaya mengusahakan yaitu biaya alat luar ditambah dengan upah tenaga kerja
sendiri yang diperhitungkan berdasarkan upah yang dibayarkan kepada tenaga
kerja luar. Biaya menghasilkan yaitu biaya mengusahakan ditambah dengan bunga
dari aktiva yang dipergunakan dalam usahatani. Biaya usahatani dihitung
berdasarkan jumlah nilai uang yang benar-benar dikeluarkan oleh petani untuk
membiayai kegiatan usahataninya yang meliputi biaya sarana produksi, biaya
tenaga kerja dan biaya lain-lain
(Umi Barokah et al, 2014).
(Umi Barokah et al, 2014).
Pembiayaan
usahatani bisa berasal dari modal sendiri atau modal pinjaman karena pada
umumnya petani kekurangan modal untuk meningkatkan usahanya. Biaya produksi
adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah produk
tertentu dalam satu kali proses produksi. Biaya usahatani juga
dipengaruhi oleh topografi, struktur tanah, jenis dan varietas komoditi yang
diusahakan, tehnik budidaya serta tingkat tehnologi yang digunakan (Sundari, 2011).
Biaya usaha tani ditulis dalam bentuk rumus:
TC = TFC + TVC
TC (total cost) adalah semua
biaya usaha tani. TFC (total fixed cost) adalah
semua biaya untuk input tetap, yaitu nilai tetap yang digunakan (jumlah input
tetap yang digunakan dilakian harganya). TVC adalah semua biaya untuk variabel,
yaitu nilai input variabel yang digunakan (jumlah input variabel yang digunakan
dikalikan harganya) (Purwaningsih, 2017).
3.
Penerimaan
Usahatani
Penerimaan usahatani adalah perkalian antar produksi
yang diperoleh dengan harga jual. Jadi berdasarkan uraian tersebut maka dalam
suatu usahatani produksi dan harga berpengaruh terhadap pendapatan petani,
dimana produksi dan harga adalah faktor yang mempengaruhi penerimaan petani.
Sehingga, jika produksi meningkat pendapatan petani juga meningkat begitu juga
sebaliknya jika produksi menurun maka pendapatan petani ikut menurun dan harga
juga memiliki pengaruh yang sama dimana jika harga suatu komoditas naik maka
pendapatan akan mengalami peningkatan sebaliknya jika harga menurun maka
pendapatan petani akan mengalami penurunan dengan asumsi variabel lain tetap (Rahim dan Hastuti 2008).
Menghitung pendapatan usahatan dikenal
dua pendekatan yaitu :
a. Income Approach
Pada pendekatan ini pendapatan dapat dibedakan ke
dalam dua hal, yaitu pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor
memiliki pengertian yang sama dengan penerimaan, yaitu jumlah produk yang
dihasilkan pada suatu periode produksi dikalikan dengan harga per satuan produk
tersebut. Pendapatan kotor dapat diperhitungkan dengan rumus :
TR = Y. Py
Keterangan :
TR : total revenue (pendapatan kotor total)
Y : jumlah produksi
Py : harga per satuan produk
Pendapatan bersih dalam usahatani merupakan selisih
antara nilai output dengan semua biaya yang dikeluarkan secara nyata (TC
eksplisit) dalam suatu periode produksi.
Pendapatan bersih ini diperhitungkan dengan rumus :
I = TR – TC (eksplisit)
Keterangan :
I : pendapatan bersih
TR : pendapatan kotor
TC : biaya total
b. Profit Approach
Keuntungan merupakan selisih antara nilai output
dengan semua biaya yang dikeluarkan baik secara nyata (eksplisit) maupun tidak
nyata (implisit). Keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut :
Π = TR – TC (ekplisit + implisit)
Keterangan :
Π : keuntungan
TR : pendapatan kotor
TC : total biaya ( ekplisit + implisit) (Suratiyah,
2008).
Pembangunan ekonomi adalah usaha dalam
suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga
infrastruktur lebih banyak tersedia, taraf pendidikan semakin tingggi dan
teknologi semakin meningkat. Pertanian mempunyai kontribusi besar dalam pembangunan
ekonomi yaitu kontribusi produksi, kontribusi pasar, kontribusi factor produksi
san kontribusi devisa (Nova, 2013).
Konsep
penerimaan, biaya dan pendapatan sangat erat kaitannya dengan penampilan
usahatani. Penerimaan didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam
jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Jangka waktu
pembukuan umumnya setahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi
rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau pakan ternak,
digunakan untuk pembayaran, dan/atau disimpan digudang. Setelah diketahui
jumlah penerimaan dan biaya usahatani, maka pendapatan usahatani dapat dihitung.
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Retno et al, 2014).
4.
Pendapatan Usahatani
Hasil produksi pertanian sendiri
masih terbatas dalam pengertian jumlah, mutu, dan kontinuitasnya. Akibatnya
pendapatan petani tetap rendah. Masalah itu diperburuk dengan lemahnya posisi
tawar petani terhadap pedagang (tengkulak), sehingga harga jual produknya
relatif rendah karena ditentukan secara sepihak oleh para pedagang. Ironisnya
petani sulit keluar dari situasi ketergantungan terhadap tengkulak ini.
Sementara informasi pertanian yang baik dan sistem pemasaran alternatif, yang
memberikan keuntungan yang layak bagi petani, belum banyak berkembang (Rohman
2008).
Struktur rumah tangga petani secara
agregat diperoleh dari dua sumber pendapatan, yaitu sumber pendapatan dari
sektor pertanian dan non pertanian. Sumber pendapatan pertanian yang terdiri
dari usaha pertanian dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pendapatan dari usaha
tani sawah atau tegal, usaha tani kebun, pekarangan dan usaha ternak, serta
usaha di luar usaha pertanian seperti berburuh tani. Sumber pendapatan
non pertanian terdiri dari usaha non pertanian (dagang, industri, angkutan, dan
jasa), pegawai negeri/PNS, pendapatan dari sumbangan, dan lainnya
(Sugiarto 2008).
(Sugiarto 2008).
Pendapatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
pendapatan usahatani dan pendapatan rumah tangga. Pendapatan merupakan
pengurangan dari penerimaan dengan biaya total. Pendapatan rumah tangga yaitu
pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani ditambah dengan pendapatan
yang berasal dari kegiatan diluar usahatani. Pendapatan usahatani adalah
selisih antara pendapatan kotor (output) dan biaya produksi (input)
yang dihitung dalam per bulan, per tahun, per musim tanam. Pendapatan luar
usahatani adalah pendapatan yang diperoleh sebagai akibat melakukan kegiatan
diluar usahatani seperti berdagang, mengojek, dll (Gustiyana, 2003).
Pendapatan usahatani dapat berbeda-beda antar satu
usahatani dengan usahatani lainnya. Pendapatan usahatani dipengaru beberapa
faktor, antara lain:
1. Luas Usaha
• Pendapatan total usahatani → menunjukkan volume usaha
• Total investasi modal
• Tenaga kerja setara pria
• Total tenaga pria produktif
2. Tingkat Produksi
Ukuran ukuran tingkat produksi:
• Produktivitas per ha
• Index pertanaman : prosentase dari index pertanian dikali luas areal
petani
• Index pertanian : intensitas produksi dari suatu usahatani di Daerahnya
Pengetahuan tentang hubungan antara resiko dengan pendapatan merupakan
bagian yang penting dalam pengelolaan usahatani. Hubungan
ini biasanya diukur dengan koefisien variasi atau tingkat resiko terendah dan
batas bawah pendapatan. Koefisien variasi atau tingkat resiko terendah
merupakan perbandingan antara resiko yang harus ditanggung oleh petani
dengan jumlah pendapatan yang akan diperoleh sebagai hasil dari sejumlah modal
yang ditanamkan dalam proses produksi, koefisien variasi dapat juga digunakan
untuk memilih alternatif yang memberikan resiko paling sedikit dalam
mengharapkan suatu hasil (Shinta, 2011).
Pendapatan usahatan dikenal dua
pendekatan yaitu :
a. Income Approach
Pada
pendekatan ini pendapatan dapat dibedakan ke dalam dua hal, yaitu pendapatan
kotor dan pendapatan bersih.
b. Profit Approach
Keuntungan
merupakan selisih antara nilai output dengan semua biaya yang dikeluarkan baik
secara nyata (eksplisit) maupun tidak nyata (implisit) (Gupito et al, 2014).
Pendapatan
bersih, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam satu tahun
dikurangi dengan biaya produksi selama proses produksi. Biaya
produksi meliputi biaya riil tenaga kerja dan biaya riil sarana produksi. Pendapatan bersih usahatani merupakan
selisih antara penerimaan dan semua
biaya yang dikeluarkan petani. Petani
dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan
penerimaan yang tinggi dan biaya produksi atau total biaya yang rendah. (Rahim
dan Diah, 2008).
5.
Keuntungan
Usahatani
Tenaga
kerja dan lahan saling bekerja sama dalam produksi sehingga efek totalnya tidak
pasti. Usahatani dianggap sebagai perusahaan yang memaksimumkan keuntungan dan
tenaga kerja keluarga sebagai buruh yang memaksimumkan utilitas. Pasar produk pertanian pada umumnya mendekati persaungan
sempurna, sehingga dalam upaya memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya
petani dapat mengatur jumlah tenaga kerja luar keluarga yang harus
dipergunakan. Asumsi besarnya tenaga kerja luar keluarga yang dipergunakan
dalam produksi sebesar (L), tingkat upah tenaga kerja luar keluarga (w),
tingkat harga produk (p), maka keuntungan (∏) dapat dirumuskan sebagai berikut
:
∏ = pY-wL (Suwarto, 2011).
Luas
penguasaan lahan mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani. Keuntungan petani
dengan luas penguasaan lahan usahatani yang lebih besar adalah kemampuan
menghasilkan pendapatan yang tinggi, sehingga selain dapat memenuhi kebutuhan
hidup keluarga juga memungkinkan berinvestasi pada sektor pertanian atau
disektor non pertanian. Investasi yang ditanamkan petani ini akan menghasilkan
tambahan pendapatan bagi rumah tangga petani. Petani dengan lahan sempit harus
berusaha menambah pendapatannya pada pekerjaan yang membutuhkan investasi yang
lebih kecil misalnya beternak kambing, ayam, buruh tani atau ke luar sektor
pertanian. Jenis mata pencaharian anggota keluarga juga dapat mempengaruhi
tingkat distribusi pendapatan (Jannah, 2012).
Analisis PAM
digunakan untuk mengetahui daya saing. Analisis ekonomi selalu memperhitungkan
berapa besar input domestik dan asing yang digunakan dan berapa besar campur
tangan pemerintah dalam memberikan subsidi serta pajak produk impor. Semua (input)
dan kebijakan pemerintah tersebut harus dikonversi pada harga aktual, agar efek
divergensi ( selisih antara penerimaan, biaya, dan keuntungan usahatani yang
diukur dengan harga privat dan sosial) pemerintah dapat diketahui untuk
kebijakan pemerintah selanjutnya. Dalam perhitungan ekonomi harga yang
digunakan adalah harga bayangan (shadow prices) (Saptana, 2010).
Sistem pemasaran
dengan mata rantai yang panjang menyebabkan harga di tingkat petani menjadi
rendah dan harga di tingkat konsumen menjadi tinggi. Keadaan ini menyebabkan
tingginya margin pemasaran, yaitu terdapat selisih yang cukup besat antara
harga yang dibaya oleh konsumen pada tingkat harga eceran dan harga yang
diterima oleh petani. Terbentuknya margin pemasaran yang tinggi ini tidak
menguntungkan bagi kedua belah pihak. Bagi konsumen, tingkat harga yang tinggi
merupakan beban, sedangkan bagi produsen perolehan keuntungan yang diteria
rendah atau berkurang kaena rendahnya tingkat harga yang diterima. Oleh karena
itu, pengenalan lebaga tata niaga yang terlibat dalam pemasaran hasil-hasil
pertanian perlu diketahui dan dipelajai leh para petani produsen sebagai bahan
untuk menyusun program atau strategi pemasaran yang efisien (Cahyono, 2008).
6.
R/C dan B/C Rasio
a.
R/C Ratio
Analisis Revenue Cost Ratio (R/C Rasio) merupakan alat analisis untuk
melihat keuntungan relatif suatu usaha dalam satu tahun terhadap biaya yang
dipakai dalam kegiatan tersebut. Kriteria yang digunakan dalam analisis R/C
rasio sebagai berikut:
-Jika nilai R/C rasio > 1 usaha dikatakan layak dan
menguntungkan,
-Jika nilai R/C rasio < 1 usaha dikatakan tidak
layak dan tidak menguntungkan,
-Jika nilai R/C rasio = 1 usaha dikatakan impas (tidak
untung dan tidak rugi) (Ngamel, 2012).
Analisis
efisiensi usaha menggunakan rumus:
R/C
Ratio = Total penerimaan/Total biaya
Kriteria
pengujian efisiensi usaha sapi perah rakyat, yaitu: R/C Ratio usaha sapi
perah rakyat > 1,maka usaha efisien; R/C Ratio usaha sapi perah
rakyat = 1, maka usaha belum efisien; R/C Ratio usaha sapi perah rakyat
< 1, maka usaha tidak efisien. Sebuah kegiatan yang dikatakan layak untuk
dijalankan apabila nilai R/C yang didapatkan lebih besar daripada 1. Hal ini
bisa terjadi karena semakin tinggi R/C dari sebuah usaha maka tingkat
keuntungan yang akan didapatkan semakin tinggi pula (santosa et al, 2013)
b. B/C
Rasio
Perhitungan rasio B/C merupakan
perbandingan antara penerimaan total dan biaya total, yang menunjukkan nilai
penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Proyek
dinyatakan layak apabila rasio B/C ≥1 . contohnya rasio B/C sebesar 1,3 yang
merupakan perbandingan antara total nilai saat ini dari penerimaan yang bersifat
positif (net benefit positif) dengan total nilai saat ini dari penerimaan yang
bersifat negatif (net benefit negatif), berarti bahwa setiap pengeluaran Rp
1,00 akan mendapatkan benefit sebesar Rp 1,30 (Kusuma dan mayasti, 2014).
Penerimaan usahatani
merupakan nilai produksi yang dihasilkan dan dinyatakan dalam bentuk uang.
Jangka waktu penerimaan usaha-tani kapas dinyatakan dalam kurun waktu satu
musim tanam. Pengeluaran usahatani merupakan nilai semua masukan yang dikeluarkan
dalam proses produksi. Selisih antara penerimaan dengan pengeluaran merupakan
keuntungan usaha-tani. Untuk mengetahui tingkat efisiensi usaha-tani, digunakan
analisis imbangan penerimaan dan biaya atau, B/C Ratio (Syam, 2007).
III. METODE PELAKSANAAN
A.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data
merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode
menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan penggunaannya melalui angket,
wawancara, pengamatan, tes, dokumentasi dan sebagainya. Metode pengumpulan data dalam hal ini
bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang usahatani di daerah yang
digunakan untuk praktikum dengan cara observasi maupun wawancara langsung
dengan petani yang mengolah lahan. Adapun beberapa metode
pengumpulan data yang dilakukan, diantaranya adalah:
1. Observasi
Metode
observasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung dan mencatat secara
sistematik gejala – gejala di lapangan atau lokasi penelitian. Peneliti dengan
berpedoman kepada desain penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian
untuk mengamati langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan.
Penemuan ilmu pengetahuan selalu dimulai dengan observasi dan kembali kepada
observasi untuk membuktikan kebenaran ilmu pengetahuan tersebut. Beberapa
informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku,
kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, perasan. Alasan
peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik
perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti
perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek
tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.
2. Pencatatan
Pencatatan
adalah tahap pengumpulan data dengan cara menuliskan seluruh hasil pengamatan
secara lengkap dan jelas kronologis waktu pengamatannya untuk dicantumkan pada
laporan. Beberapa informasi yang didapat pada saat observasi lapang dan
wawancara menjadi bahan pencatatan.
3. Studi
Pustaka
Studi
pustaka merupakan teknik pengumpulan data dan informasi dengan menelaah
sumber-sumber tertulis seperti jurnal ilmiah, buku referensi, literatur,
ensiklopedia, karangan ilmiah, serta sumber-sumber lain yang terpercaya baik
dalam bentuk tulisan atau dalam format digital yang relevan dan berhubungan
dengan objek yang sedang diteliti. Studi pustaka dilakukan sebelum peneliti
memulai penelitiannya, hal ini bertujuan untuk menemukan informasi yang relevan
dengan objek penelitian dan menambah pengetahuan mengenai masalah yang
diteliti. Melakukan studi pustaka kita juga dapat menemukan masalah yang akan
dijadikan objek penelitian, hal ini sangat berguna saat kita belum menemukan
objek yang akan diteliti. Studi pustaka juga dilakukan untuk mendapatkan
landasan teori yang dapat dijadikan pedoman ketika melakuakan pemecahan masalah
dan merumuskan hipotesis yang akan diuji, selain itu lita juga dapat menghindari
penelitian terhadap aspek - aspek dari suatu permasalahan yang telah diteliti sebelumnya.
penelitian terhadap aspek - aspek dari suatu permasalahan yang telah diteliti sebelumnya.
B.
Metode
Analisis Data
Metode analisis data merupakan metode
yang digunakan dalam melakukan proses penyusunan laporan secara sistematis yang
dimulai dari menelaah data secara keseluruhan yang telah tersedia dari berbagai
sumber, baik dengan pengamatan, wawancara, catatan lapangan dan yang lainnya.
Metode analisis data terdiri dari beberapa analisis data yang terdiri antara
lain :
1. Penerimaan
Usahatani
Penerimaan/pendapatan kotor: keseluruhan nilai hasil yang
dipeoleh dari semua cabang usahatani dan sumber dalam usahatani yang
diperhitungkan dari hasil penjualan, pertukaran, atau penaksiran kembali dalam
satu periode waktu. Penerimaan Usahatani merupakan penerimaan dari semua sumber
usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil,
nilai penggunaan rumah tangga, dan yang dikonsumsi. Penerimaan usahatani dapat
dirumuskan sebagai berikut :
TR = Y x Py
Dimana,
TR
: Total penerimaan
Y : Jumlah output
Py : Harga output
2. Pendapatan
Usahatani
Pendapatan
Usahatani merupakan selisih dari penerimaan usahatani dikurangi dengan biaya
yang benar-benar dikeluarkan oleh petani. Besarnya pendapatan yang diperoleh
dari suatu kegiatan usahatani tergantung dari beberapa faktor yang
mempengaruhinya seperti luas lahan, tingkat produksi, identitas pengusaha,
pertanaman, dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Pendapatan usahatani
ditentukan oleh harga jual produk yang diterima ditingkat petani maupun
harga-harga faktor produksi yang dikeluarkan petani sebagai biaya. Pendapatan
usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pd
= TR – TC
TC = FC + VC
Dimana,
Pd : Pendapatan usahatani
TR : Total
Revenue(total penerimaan)
TC : Total
Cost(total biaya)
FC : Fixed
Cost(biaya tetap)
VC : Variable
Cost (biaya variabel/berubah)
3. Keuntungan
Usahatani
Keuntungan
Usahatani merupakan penerimaan usahatani dikurangi dengan biaya eksplisit
(biaya yang benar-benar dikeluarkan) dan biaya implisit (biaya yang tidak
benar-benar dikeluarkan). Peningkatan keuntungan dapat dilakukan oleh petani
dengan usahatani yang efisien. Keuntungan usahatani dapat dirumuskan sebagai
berikut :
KU = TR – (BE + BI)
Dimana,
KU : Keuntungan Usahatani
TR : Total
Revenue (total penerimaan)
BE : Biaya Eksplisit
BI : Biaya Implisit
4. Efisiensi
Usahatani
Efisiensi
Usahatani merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya usahatani.
Efisiensi dalam analisis ekonomi digunakan sebagai alat untuk mengukur atau
mengetahui kelayakan dari suatu usaha. Efisiensi usahatatani diperhitungan
dengan cara :
a. R/C
R/C
rasio yaitu perbandingan antara penerimaan usahatani dengan biaya total
usahatani, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

b.
B/C
B/C
rasio yaitu perbandingan antara keuntungan usahatani dengan biaya total
usahatani, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

DAFTAR PUSTAKA
Antriyandarti
Ernoiz, Susi Wuri Ani, Minar Ferichani. Analisis Privat dan Sosial Usahatani
Padi di Kabupaten Grobogan (Private and Social Analysis of Rice Farming in
Grobogan District). Vol 5 (3) Agustus 2008.
Cahyono,
Bambang. 2008. Tomat : Usahatani dan Penaganan Pasca Panen. Yogyakarta:
Kanisius
Darwanto.
Analisis Efisiensi Usahatani Padi Di Jawa Tengah (Penerapan Analisis Frontier).
Jurnal Organisasi Dan Manajemen. Vol 6 (1) Maret 2010.
Fuad, Ahmad. 2012. Budidaya
Tanaman Sawi (Brassica juncea L.).
Surakarta: UNS Press.
Gupito,
Retno W. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani
Sorgum Di Kabupaten Gunungkidul. J. Agro Ekonomi, 24 (1). Yogyakarta: Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Jannah, Eka. 2012.
Analisis Keuntungan Usahatani dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Petani Ubi
Kayu pada Sentra Agroindustri Tapioka di Kabupaten Lampung Tengah. Jurnal Informatika Pertanian 21(2): 95 – 105.
Kusuma, Parama
Tirta Wulandari Wening dan Nur Kartika Indah Mayasti. 2014. Analisa
Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha Produksi Komoditas Lokal: Mie Berbasis
Jagung.
J Agritech.
Vol. 34(2)
Margiyanto
E. 2008. Budidaya Tanaman Sawi. Bantul : Cahaya Tani.
Ngamel, Anna
Kartika.2012. Analisis
Finansial Usaha Budidaya Rumput Laut Dan Nilai Tambah Tepung Karaginan Di
Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Jurnal Sains Terapan. Edisi II Vol 2 (1) : 68–83
Purwaningsih, Yunastiti. 2017.
Ekonomi Pertanian (Pendekatan Teori, Kebijakan dan Penerapan). Surakarta: UNS
Press
Rahim, ABD dan Diah Retno Dwi Hastuti.
2008. Ekonomika Pertanian (Pengantar,
Teori dan Kasus). Penebar Swadaya. Jakarta.
Rohman, Susanto.
2008. Produksi Pertanian. Kanisius . Yogyakarta.
Santosa. 2013. Analisis Potensi
Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah Dengan Menggunakan Paradigma
Agribisnis Di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali.
Buletin Peternakan Vol. 37(2): 125-135
Saptana. 2010. Tinjauan Konseptual Mikro-Makro Daya Saing
dan Strategi Pembangunan Pertanian. Forum Penelitian Agro-Ekonomi 28(1):
1 – 18.
Shinta,
Agustina. 2011. Ilmu Usaha Tani. Malang: Universitas
Brawijaya Press.
Sugiarto.
2008. Referensi Penelitian Kualitatif. PT Gramedia. Jakarta.
Sundari,
Mei Tri. 2011. Analisis Biaya
dan Pendapatan Usaha Tani Wortel di Kabupaten Karanganyar. Jurnal SEPA.
Vol. 7 (2) : 119 – 126
Suratiyah,
Ken. 2015. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta Timur.
Suwarto. 2011. Kelembagaan
Lahan dan Tenaga Kerja pada Usahatani. Surakarta : LPP UNS dan UNS Press.
Syam,
Amiruddin.2007.Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Kapas Transgenik Di
Sulawesi Selatan Jurnal Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi
Pertanian.Vol. 8(2): 269-281
Taufik, Muh. 2012. Strategi
Pengembangan Agribisnis Sayuran Di Sulawesi Selatan. Jurnal Litbang Pertanian, 31: (2). Makassar: Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.
Tumoka, Nova. 2013. Analisis Pendapatan Usaha Tani Tomat Di Kecamatan
Kawangkoan Barat Kabupaten Minahasa. Jurnal EMBA 345, 1 : (345-354). Manado :
Universitas Sam Ratulangi Manado
Umi Barokah, Wiwit Rahayu, dan Mei Tri Sundari. 2014. Analisis Biaya Dan Pendapatan Usahatani Padi
Di Kabupaten Karanganyar. Jurnal AGRIC.
Vol.26(1-2):12-19
Posting Komentar untuk "Laporan Praktikum Ilmu Usaha Tani "